Sudah dua kali Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menolak ajakan Debat Kandidat, yang diselenggarakan oleh 2 Stasiun TV swasta. Terakhir dia menolak ajakan itu 3 hari lalu, dan menuai berbagai reaksi negatif di masyarakat melalui berbagai media. Terutama di media sosial, AHY dianggap tidak memiliki kepercayaan diri, bahkan dianggap takut untuk menjelaskan konsepnya secara argumentatif.
AHY sendiri sudah menyatakan alasannya untuk tidak ikut dalam acara itu. Menurutnya, acara itu bukan acara resmi yang memang diwajibkan oleh KPU, sehingga dia tidak memiliki kewajiban untuk mengikutinya.
“Tidak ada kewajiban bagi paslon mana pun, termasuk saya untuk menghadiri acara debat, selain yang dijadwalkan resmi oleh KPUD,” kata Agus di AHY Command Center (ACC), Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, Jumat (9/12/2016).
Menurut Jeirry Sumampow, pengamat pemilu dari Tepi Indonesia (Komite Pemilih Indonesia), AHY tidak seharusnya enggan apalagi takut. Karena debat ini bukan untuk menghakimi kandidat. “Pertanyaan-pertanyaannya sesuatu yang sudah diketahui oleh setiap kandidat kok,” ujar Jeirry kepada indeksberita, Rabu (14/12) di Jakarta.
Jeirry justru menilai bahwa AHY melihat debat, semata-semata dalam kacamata elektabilitas saja. Bukan dalam kepentingan publik, yang ingin melihat kekuatan visi/missi dan program kerja dari calon yang ingin dipilihnya.
“Dari beberapa riset yang pernah dilakukan oleh Tepi Indonesia, memang memenangkan debat tidak berpengaruh besar terhadap peningkatan elektabilitas, tetapi harus dilihat juga kepentingan publik didalamnya. Mungkin ini yang menjadi pertimbangan dari AHY atau timnya. Tapi kita kan harusnya sepakat, bahwa kualitas demokrasi harus ditingkatkan,” ujar Jeirry.
Ia melihat akan ada perubahan cepat mengenai kebutuhan pemilih. Menurutnya, kebutuhan pemilih akan bergeser kearah kebutuhan akan informasi tentang kualitas kandidat yang akan dipilihnya.
“AHY mungkin lupa, di era informasi ini, kebutuhan pemilih akan cepat bergeser. Apalagi ini Jakarta. Tak lama lagi, pemilih akan sangat membutuhkan informasi tentang kemampuan kandidat. Kebutuhan ini bisa dipenuhi dalam debat kandidat. Saat kebutuhan pemilih dapat terpenuhi oleh kandidat, maka elektabilitas kandidat tersebut akan meningkat,” urainya.
Substansi yang diungkap Jeirry diamini oleh Andrianto, inisiator Kampung As (Komunitas masyarakat pendukung Agus Selvy), namun caranya berbeda.
Menurut Andrianto, debat memang satu cara untuk pengenalan kandidat kepada publik. Tapi tetap ada cara lain, yang bisa lebih efektif, bahkan lebih dalam untuk publik lebih mengenal kandidatnya, yaitu dialog dengan rakyat secara langsung.
“Banyak hal yang lebih otentik, apa adanya, bahkan lebih dalam, untuk mengetahui visi/missi dan program AHY. Yaitu, melalui dialog langsung dengan masyarakat. Mereka bisa bertanya langsung apa adanya, tanpa harus lewat moderator,” ujarnya.
Saat diberikan gambaran bahwa kunjungan ke masyarakat, justru program tidak digali dengan dalam, bahkan searah, Andrianto tidak setuju akan hal itu.
“Dialog sering terjadi kok, mereka juga menanyakan banyak hal. Justru pertanyaan masyarakat lebih menyentuh ke kebutuhan mereka secara langsung. Kalau debat-debat model d TV kan lebih ke show dan ekslusif” ujar Andri. Andri juga menambahkan bahwa AHY jangan dilihat sebagai anti debat.
“Untuk acara debat resmi KPU pasti AHY akan ikut, kita bisa lihat visi/misi dan program AHY dengan detail,” tutup Andrianto.