Politisi PDI Perjuangan Kota Bogor, Dadang Iskandar Danubrata mengkritisi manajemen anggaran pemerintah daerah yang selama ini dinilainya tidak optimal dalam tata kelola Kota Bogor. Menurutnya, penyebab Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor jauh dari yang diharapkan karena diduga retribusi parkir banyak yang disulap.
“Kita lakukan evaluasi mengenai pendapatan daerah Kota Bogor. Semestinya, dengan potensi yang ada, PAD Kota Bogor bisa mencapai Rp.1 atau 2 triliun. Tapi, dari informasi yang saya peroleh hanya Rp 728,03 miliar. Artinya, ada
dugaan kebocoran,” kata pria yang juga menjabat Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bogor saat diwawancarai indeksberita.com, baru-baru ini.
Dadang merinci, jika nilai PAD tersebut dibagi 12 bulan, maka diperoleh hasil rata-rata Rp60 miliar per bulan. Bila nilai Rp60 miliar dibagi hitungan hari, misalnya 30, rata-rata didapat nilai Rp2 miliar per hari, asumsi PAD Kota Bogor. Sementara, data retribusi parkir di Kota Bogor 2016 menyumbangkan sekitar Rp2 miliar per tahun untuk PAD.
“Itu pun dugaan saya masih banyak kebocoran karena sesuai SK Walikota Tahun 2015 bulan Agustus 3 Nomor surat 551.11.45/242 Tahun 2015, dimana ada 42 ruas jalan dan 66 titik lokasi parkir di Kota Bogor. Jika diasumsikan retribusi parkir untuk PAD senilai Rp2 miliar, artinya jika dibagi 12 bulan diperoleh angka sekitar Rp167 juta/bulan. Jika dibagi 30 hari didapat angka Rp5.5 juta retribusi yang wajib disetor per harinya dari pemasukan parkir,” jelasnya.
Sementara, Dadang memperkirakan angka Rp5.5 juta tersebut bisa diperoleh dari satu titik keramaian per harinya, misalnya Pasar Anyar.
“Nah, andai tiap titik keramaian retribusi parkir diasumsikan nilai Rp 5 juta perharinya. Maka, dari Pasar Bogor, Pasar Anyar, Pasar Sukasari, itu seharusnya bisa ditarget Rp15 juta dari tiga tempat tersebut setiap harinya. Apalagi bila mengacu pada SK Walikota Tahun 2015 bulan Agustus Nomor surat 551.11.45/242 Tahun 2015, dimana ada 42 ruas jalan dan 66 titik lokasi parkir di Kota Bogor. Sebutlah bila masing-masing area parkir dikenakan rata-rata target pendapatan parkir dengan asumsi Rp1 juta untuk satu tempat. Jika dikalikan 66 titik saja menghasilkan nilai Rp.66 juta per hari yang didapat dari retribusi parkir. Bila dilipatkan selama sebulan diperoleh angka Rp1.9 miliar. Jika setahun, retribusi parkir itu idealnya Rp.59 miliar,” urai politisi yang juga Wakil Ketua DPP Taruna Merah Putih (TMP) panjang lebar.
Dadang mengendus ada yang menguap dari retribusi pajak parkir. Hal itu belum ditambah dari pajak restoran yang diduganya juga banyak yang menguap lantaran banyak rumah makan atau kafe yang enggan membayar pajak.
“Belum lagi pajak yang diperoleh dari BPHTB yang sulit memastikannnya karena soal jual beli lahan dan bangunan, tidak sedikit yang bertransaksi menghindari pajak. Demikian juga PBB. Artinya, potensi pajak tidak maksimal dan berakibat pada minimnya PAD yang diperoleh. Dampaknya pemkot kerap terbentur tidak ada anggaran, termasuk untuk penanganan antisipasi bencana,” tuntasnya.