Jakarta – Penanganan kasus BOT Hotel Indonesia di Kejaksaaan Agung RI (Kejagung), segera memasuki tahap baru. Kejagung secara resmi telah meningkatkan status hukum kasus itu ke tahap Penyidikan, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-10/F.2/Fd.1/02/2016, tertanggal 23 Februari 2016.
Dengan dikeluarkannya surat perintah tersebut, tim penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung saat ini sedang menyusun persiapan untuk meneliti bukti-bukti, termasukenjadwalkan pemanggilan saksi-saksi.
Proses penyidikan, sebagaimana diberitakan sebelumnya, akan dimulai pada Maret 2016.
Peningkatan status hukum itu, sebagaimana dinyatakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, ditempuh Kejagung setelah dari hasil penyelidikan ditemukan lbukti permulaan yang cukup adanya indikasi penyimpangan dalam perjanjian kerjasama antara antara PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI) dan PT Grand Indonesia (GI).
Salah satu penyimpangan itu adalah pemanfaatan lahan yang tidak termasuk dalam skema perjanjian. PT CKBI selaku pemenang lelang pengelolaan Hotel Indonesia, diketahui telah membangun dan mengelola gedung menara BCA dan Apartemen Kempinski di lahan superblok milik PT HIN, yang tidak termasuk di dalam perjanjian BOT.
Akibatnya, PT HIN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diduga mengalami kerugian yang untuk sementara diperkirakan sebesar Rp. 1.290.000.000.000,-., Kerugian itu dihitung dari penerimaan bagi hasil yang tidak seimbang serta tidak diterimanya pendapatan dari operasional pemanfaatan kedua bangunan tersebut.