BANDUNG – Sidang lanjutan kasus penggelembungan pembelian lahan Jambu Dua yang menghadirkan saksi Wakil Walikota (Wawalkot) Bogor Usmar Hariman dan Ketua DPRD Kota Bogor Untung W Maryono di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Bandung, Rabu (10/8/2016), berlangsung cukup lama dimulai pukul 13.00 dan berakhir pukul 20.30 WIB, petang.
Ketua DPRD Kota Bogor, Untung Maryono yang mendapat giliran menjadi saksi pertama terlihat terpancing emosi saat tiga penasehat hukum terdakwa mantan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor Hidayat Yudha Pritayna, mantan Camat Tanah Sareal Irwan Gumilar, dan Ketua Tim Aprasial Pembebasan Lahan Warung Jambu Dua Rony Nasrun Adnan berulang-ulang menanyakan soal urutan penganggaran.
“Sejak awal, kami di Badan Anggaran DPRD Kota Bogor, sudah memutuskan anggaran pemebelian lahan Jambu Dua senilai Rp17.5 miliar. Hal itu dikuatkan dengan SK pimpinan DPRD Kota Bogor, dan hasil evaluasi Gubernur Jabar. Tiba-tiba anggaran pembelian lahan naik menjadi Rp 44.1 miliar, hal itu diputuskan Tim Anggaran Pemerinrtah Daerah (TAPD) Pemkot Bogor, tanpa sepengetahuan kami. Padahal, semestinya, pemkot merujuk keputusan hasil rapat paripurna DPRD Kota Bogor dan hasil evaluasi gubernur,” tukas Untung Maryono, menjawab pertanyaan pengacara sembari memperlihatkan data hasil rapat dan memperlihatkannya kepada hakim.
Dimulai pada 17 september 2014, sebut Untung, Kebijakan Umum Anggaran (KUA) sementara hasil pembahasan TAPD Pemkot Bogor dengan Komisi B di DPRD Kota Bogor, nilainya yakni Rp200 juta dan ditandatangani Wakil Walikota Bogor, Usmar Harimar. Selanjutnya, meski sudah diputuskan nilai anggarannya, namun pada 30 September 2014, Wawalkot Usmar kembali minta secara tertulis agar lahan Jambu Dua dibahas lagi nilainya dan dimasukan secara prioritas.
“Ada permintaan, awalnya Pemkot Bogor minta Rp75 miliar. Tapi, tanggal 10 Oktober 2014, pemkot berubah dan usulkan kembali Rp55 miliar saat rapat kerja dengan TAPD yang diketuai Sekdakot Ade Syarif. Kemudian dibuatkan notulen, dari Rp55 miliar, dan pada 11 Oktober 2014 menjadi rp25 miliar. Saat finalisasi menjadi Rp17.5 miliar atas dasar kesepakatan Badan Anggaran DPRD Kota Bogor dengan TAPD Pemkot Bogor,” tuturnya.
Seterusnya, lanjut Ketua DPRD Kota Bogor, setelah dievaluasi Gubernur Jabar, disetujui dengan nilai serupa, Rp17.5 miliar. Kemudian dirapatkan kembali pada 5 November 2014.
“Hasil rapat, nilai yang harus ditindaklanjuti untuk lahan jambu dua senilai Rp17.5 miliar. Demikian juga dengan surat Keputusan Gubernur Jabar tanggal 3 November dan dibahas pada 5 November, masih tetap angkanya. Tapi, anehnya, selang beberapa lama, hasil keputusan dewan malah diabaikan. Kemudian, angka pembelian lahan digelembungkan oleh pemkot menjadi Rp43.1 miliar,” kata Untung didepan Ketua Majelis Hakim, Lince Anna Purba, di ruang Sidang II Wirjono Prodjodikoro.
Setelah ditetapkan angka Rp17.5 miliar, pada 5 November 2014, kemudian Sekdakot Ade Syarif sampaikan ke Banang DPRD Kota Bogor ada Dana Bagi Hasil (DBH) sejumlah Rp35 miliar.
“Intinya, ada permintaan untuk menaikan kembali dari pihak TAPD, dan itu ada notulensinya. Tapi, kami tetap putuskan dalam rapat peripurna senilai Rp17.5 miliar. Soal usulan pembelian kendaraan dinas untuk Ketua DPRD Kota Bogor, ketua komisi dan lainnya, hal itu yang mengusulkan TAPD, Sekdakot Bogor. Bukan dewan. Saya tahu angka muncul Rp43,1 miliar pas ramai demo anggaran. Padahal yang saya ketahui, dewan menetapkan Rp17,5 miliar,” tandasnya. (eko)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.