BOGOR – Hari ini, Jumat (7/10/2016), tepat sepekan setelah Ketua Majelis Hakim Lince Anna Purba menjatuhkan hukuman terhadap tiga terdakwa kasus “mark up” pembelian lahan Jambu Dua, yakni mantan Kepala Dinas UMKM Kota Bogor Hidayat Yudha Priatna, mantan Camat Bogor Barat Irwan Gumilar dan Ketua Tim Aprasial Roni Nasrun Adenan dengan vonis yang sama 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 200 juta, subsidair 4 bulan kurungan.
Selain menjatuhkan vonis, majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, juga menyatakan Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor Ade Syarip sebagai “pleger” atau yang ikut melakukan tindak pidana, dalam sidang putusan tersebut.
Lalu, apakah Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus Jambu Dua akan melakukan banding terkait vonis yang sudah dijatuhkan hakim selama 4 tahun penjara kepada 3 terdakwa, mengingat sebelumnya dalam dakwaan di persidangan, jaksa menuntut hukuman 6 tahun penjara terhadap ketiga terdakwa?
Dan, apakah kejaksaan akan melanjutkan kasus Jambu Dua jilid II terkait pernyataan Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Bandung bahwa sesuai fakta persidangan, saksi Bima Arya Sugiarto dan Ade Syarif adalah “Pleger” atau yang ikut melakukan tindak pidana korupsi soal pengadaan lahan jambu dua?
Ditemui indeksberita.com di ruang kerjanya di Kejari Bogor, Kepala Seksi Intel Andi Firman Hariyanto mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu salinan putusan hakim PN Tipikor terkait kasus korupsi mark up pembelian lahan Jambu Dua.
“Kita masih menunggu salinan putusan hakim PN Tipikor dari Bandung. Jadi, belum bisa memberikan keterangan, terkait kasus Jambu Dua dengan menetapkan tersangka baru, seperti yang diputuskan hakim di persidangan. Demikian juga memutuskan banding atau tidaknya terkait vonis hakim,” tukasnya.
Ia melanjutkan, pihak Kejari Bogor kemungkinan baru pekan akan memberikan keterangan resmi setelah menerima salinan putusan dari hakim PN Tipikor, Bandung.
“Akan kita sampaikan nanti ke media. Kita tidak mau berandai-andai dulu. Apalagi, turunan Pasal 55 KUHP yang dimaksud ketua majelis hakim dalam persidangan itu ada 4 yakni mereka yang melakukan tindak pidana (pleger), yang menyuruh melakukan tindak pidana (doen pleger), yang turut serta melakukan tindak pidana (medepleger), dan yang sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan tindak pidana. Jadi, kepastiannya nanti ya,” ujarnya.
Pada bagian lain, Nasran Azis, JPU dari Kejari Bogor dalam sidang kasus Jambu Dua juga enggan berkomentar banyak. Ia hanya menegaskan pihak kejaksaan tidak akan masuk angin menangani kasus korupsi Jambu Dua, mengingat kaitannya nama Walikota dan Sekdakot Bogor.
“Yang pasti, kita tidak akan masuk angin. Anda kan lihat dan bisa menilai sewaktu di persidangan (red. di PN Tipikor, Bandung). Soal sikap kejaksaan terkait putusan hakim, silahkan tanya ke Kasi Intel Kejari Bogor. Yang pasti, saat ini, rekan saya Fried (red. Jaksa Kejari Bogor) sedang ke Bandung untuk mengambil salinannya,” kata Nasran Azis di ruang kerjanya, lantai 2, Kejari Bogor.
Sebelumnya, mantan Camat Bogor Barat, Irwan Gumilar usai vonis hakim di PN Tipikor, Bandung mengatakan, hakim me¬nyebutkan bahwa walikota dan sekda ikut berperan dalam jual beli lahan Angkahong ini.
“Sudah jelas dalam vonis hakim, peranan walikota dan sekda itu berperan. Semua juga tahu, kita tidak mendapat apa – apa. Terbukti memang kita tidak ada niat apa – apa,” kata dia.
Pengamat Hukum yang juga Sekretaris Peradi, Sugeng Teguh Santoso kepada media online ini juga menyatakan, bila dalam putusan perkara kasus korupsi lahan Jambu Dua disebutkan bahwa Walikota Bogor Bima Arya dan Sekda Ade Sarif Hidayat diposisikan sebagai pleger.
Maka artinya, Pleger dalam konsep hukum pidana yang merujuk pada Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana maknanya adalah yang melakukan ke¬jahatan atau pelaku delik. Dengan kata lain, posisi Bima dan Ade Sarip setara seb¬agai pelaku seperti terdakwa Yudha dan Iwan.
“Berdasarkan pertimbangan majelis hakim tersebut, maka terdapat berbagai implikasi. Hakim menegaskan dalam pertimbangan hukumnya bahwa Bima Arya dan Ade Sarip telah memenuhi unsur sebagai pelaku tindak pidana korupsi pengadaan lahan Jambu Dua,” terang Sugeng.
Lanjut Sugeng, putusan ha¬kim yang memuat pertimban¬gan hukum tersebut adalah pedoman hukum bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memproses Bima Arya dan Ade Sarip sebagai tersangka dalam pengadaan lahan Jambu Dua yang selanjutnya diajukan ke pengadilan sebagai terdakwa.
“Dan putusan hukum terse¬but harus dinilai sebagai perintah hukum yang harus dijalankan jaksa. Sehingga bila jaksa tidak melaksanakan perintah hukum, maka jak¬sa dapat dinilai lalai melak¬sanakan kewajiban hukum dan dapat dilaporkan pada Jamwas atau Komisi Kejak¬saan,” tuntas Sugeng. (eko)