Kadin Nunukan Persiapkan Beberapa Langkah Menyikapi Rendahnya Harga TBS Sawit Di Perbatasan

0
109
Silaturahim KADIN Nunukan dengan Stakeholder dan Tokoh Masyarakat di Lenflin Hotel Nunukan, Sabtu (25/8/2018). Pertemuan itu salah satunya membahas rendahnya harga TBS sawit di perbatasan. (Eddy Santry)

Rendahnya Harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit dari para Petani di wilayah Perbatasan RI-Malaysia terutama di Nunukan menjadi keprihatinan sendiri bagi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Kabupaten Nunukan. Rendahnya harga TBS sawit, memunculkan keprihatinan lantaran sebagian besar masyarakat Kalimantan Utara mengantungkan hidup sebagai petani sawit.

“Dan sebagian besar sektor pertanian itu adalah perkebunan Kelapa Sawit. Sehingga kebayang kan, seperti apa dampak langsung bagi para Petani terkait rendahnya harga TBS itu,” ujar Ketua Kadin Nunukan Irsan Humokor, Minggu (26/8/2018).

Menyikapi hal tersebut, Pengusaha yang akrab dipanggil Ichank tersebut menegaskan bahwa pihaknya tak kan berpangku tangan. Hal tersebut harus dilakukan, menurut Ichank karena satu sektor dengan sektor lain dalam perekonomian sangat erat kaitanya.

Sebagai contoh, Ichank menuturkan bahwa harga TBS yang menyentuh nilai Rp 1.000 dalam setiap kilo gramnya adalah harga beli dipinggir jalan atau lokasi yang bisa dijangkau mobil pengangkut buah.

“Kalau ditempat muat saja kisaran seribu hingga seribu seratus per kilo gramnya, berarti para petani harus keluarkan ongkos lagi untuk memanen dan mengangkut dari pohon menuju lokasi tempat buat dimuat,” tuturnya.

Untuk itu Kadin Nunukan ungkap Ichank, akan menyampaikan laporan ke Kadin Pusat yang membidangi terkait persoalan ini agar melakukan upaya pendekatan ke perusahaan dan meminta Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah dan DPRD guna memanggil pihak perusahaan, petani dan pihak terkait lainya untuk duduk bersama menemukan solusi.

Disamping itu, Kadin Nunukan akan menyiapkan laporan terkait permasalahan dampak ketidakstabilan harga sawit dari para petani kepada pihak investor dan BIMP EAGA agar menambah Pabrik Kelapa Sawit (PKS ) di wilayah yang saat ini belum ada PKS nya supaya seluruh hasil panen masyarkat dapat terakomodir.

Hal tersebut sangat penting untuk diwujudkan, mengingat dari diakusi dan survey lapangan, Kadin Nunukan menemukan fakta bahwa selama ini pabrik sawit CPO yang ada adalah milik Perusahaan Perkebunan yang tentu saja akan lebih memprioritaskan buah hasil panen sawit mereka sendiri ketimbang buah dari para petani.

“Sementara sawit dari para petani akan mudah dipermainkan lantaran tak adanya pelemparan buah yang lain kecuali pasrah manakala hasil panennya dibeli dengan harga dibawah standar,” tutur Ichank.

Selain langkah-lahkah tersebut, Ichank mengungkapkan bahwa pihaknya akan menggandeng pihak-pihak terkait untuk bersama-sama mengupayakan buah hasil panen para petani dapat maksimal. Karena faktor kwalitas buah juga selama ini menjadi alasan pihak perusahaan sebagai ukuran harga beli dari petani.

“Ketika Perusahaan beralasan buah dari para petani yang masih rendah dalam kwalitas, maka kita harus berbenah diri untuk selanjutnya berusaha agar hasil panenanya mampu setara dengan kwalitas buah milik Perusahaan. Jika karena kendala pada Pemupukan sehingga kwalitas buah jadi rendah, ya kita akan berusaha bersama-sama menemukan solusi permasalahan itu,” katanya.

Diketahui, harga standar TBS yang ditetapkan untuk periode bulan Agustus 2018 berkisar antara Rp. 1.174 per kilo gram untuk hasil buah dari pohon berumur 3 tahun hingga Rp. 1.309 untuk buah sawit dari pohon yang berumur 10-20 tahun. Harga tersebut masih sangat rendah dibanding daerah lain yang mampu mencapai nominal Rp 1.600 hingga Rp 1.800 per kilo gramnya.