“Analisis kan boleh berbeda-beda. Mungkin yang ditangkap Pak SBY beda. Analisis kita juga beda. Itu biasa saja,”
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla santai dan tidak terlalu reaktif menanggapi pernyataan berapi-api Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Rabu (2/11) kemarin, menganai keterlibatan partai politik dalam rencana demonstrasi massal Jumat (4/11) besok.
SBY menuduh bahwa pemerintah mendasarkan diri pada informasi intelijen yang “error” tentang adanya partai politik yang ‘menunggangi’ unjuk rasa tersebut.
Menurut SBY, tuduhan itu yang sangat berbahaya dan menghina.
“Yang namanya orang bisa bener bisa enggak bener, bisa error bisa enggak error,” kata Presiden sambil tertawa ketika ditanya soal itu di Istana Negara, Kamis (3/11).
Dalam jumpa pers yang disiarkan secara langsung lewat televisi tersebut, presiden duduk di sofa berdampingan dengan wakilnya, Jusuf Kalla.
Cukup jarang dua pejabat negara tertinggi di Indonesia itu duduk berdua menghadapi media seperti ini, sehingga makin mengindikasikan keseriusan pemerintah untuk mengantisipasi demonstrasi besok.
Presiden menegaskan akan tetap berada di Jakarta pada Jumat besok.
Kalla, yang juga pernah menjadi wakil SBY periode 2004-2009, ikut menanggapi. Jusuf Kalla yang berada di sebelah Jokowi, menganggap pernyataan SBY merupakan hal yang biasa dan tidak perlu direspons berlebihan.
“Kalau negara tak punya intelijen, maka kita tak punya mata dan telinga,” ujar Kalla.
Menurut Kalla, analisis mengenai informasi intelijen itu berbeda-beda.
SBY, menurut Wapres kemungkinan salah mengartikan informasi intelijen itu.
“Analisis kan boleh berbeda-beda. Mungkin yang ditangkap Pak SBY beda. Analisis kita juga beda. Itu biasa saja,” katanya.
Namun, Kalla memuji kinerja personel intelijen Indonesia.
“Kalau negara tidak ada intelijennya, berarti tidak punya mata dan telinga. Intelijen itu maksudnya baik, supaya jangan terjadi (gangguan keamanan),” ujarnya.
Dalam pidatonya di Cikeas, Rabu kemarin, SBY meminta aparat intelijen “tidak ngawur” dalam memberikan informasi, terutama kepada Presiden Jokowi.
“Kalau ada intelijen seperti itu berbahaya. Menuduh kelompok, seseorang, atau parpol tertentu, seperti Demokrat adalah fitnah. Fitnah sangat keji. Memfinah, menuduh orang atau parpol atas dasar intelijen, sangat keji dan menghina,” kata SBY.
“Saudara-saudara, berbahaya jika di sebuah negara ada intelijen failure, intelijen error,” katanya.