Sidoarjo – Sidang agenda pembacaan tanggapan jaksa penuntut umum atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa dan panasehat hukum terdakwa, mantan Direktur PT Panca Wira Usaha (PWU), Dahlan Iskan, digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (20/12/2016). Dalam sidang, jaksa penuntut umum menolak semua eksespsi yang diajukan terdakwa dan penasehat hukum terdakwa.
Jaksa menganggap eksepsi sudah masuk dalam materi pokok perkara. “Semua eksepsi yang diajukan terdakwa dan penasehat hukumnya sudah masuk pada materi pokok perkara,” kata ketua tim jaksa, I Nyoman Sucitrawan di depan majelis hakim yang diketui diketuai Tahsin.
Setelah mendengar penolakan eksepsi yang diajukan, Dahlan berpendapat, tanggapan jaksa seharusnya menggunakan aspek lain, yaitu kewenangan dan pola pemeriksaan keuangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat melakukan audit keuangan terhadap BUMN atau BUMD.
Tanggapan tersebut, lanjut Dahlan, bukan untuk kepentingan pribadinya, tapi untuk mengatasi kebingungan seluruh Indonesia terutama di BUMN.
Meski begitu, mantan Direktur Utama PT PLN tersebut mengakui, Keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2014 tentang kekayaan BUMN atau BUMD yang masuk bagian kerugian negara. Bahkan Dahkan membenarkan tanggapan jaksa penuntut umum.
“Tetapi Mahkamah Konstitusi memberikan jalan keluar yang sangat bagus. Yakni ketika pemeriksa melakukan pemeriksaan keuangan BUMN atau BUMD harus menggunakan bussines judgement rule, bukan government judgement rule,” ujar Dahlan usai persidangan.
Sebelumnya penasehat hukum terdakwa menganggap tindak pidana yang dilakukan kliennya bukan termasuk dalam tindak pidana korupsi karena status PT PWU adalah perseroan terbatas bukan BUMD milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Karenanya Pengadilan Tipikor dinilai tidak berhak menyidangkan. Selain itu, dakwaan jaksa dinilai kabur karena dibuat terburu-buru.
Salah satu penasehat hukum Dahlan Iskan, Agus Dwi Warsono mengaku menghormati keputusan jaksa menolak semua eksepsi tersebut. “Kami menghormati,” kata Agus.
Ia pun siap menerima apa pun putusan sela majelis hakim yang dijadwalkan akan dibacakan pada 30 Desember 2016 mendatang.
Pada sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum menyatakan, Dahlan selaku Direktur Utama PT PWU 2000-2010 dinilai menyalahgunaan jabatan atau wewenangnya, sehingga menguntungkan diri sendiri orang lain atau sebuah korporasi. Selain itu, jaksa penuntut umum memandang mekanisme penjualan aset PT PWU tidak sesuai prosedur dan nilai jualnya di bawah nilai jual objek pajak (NJOP) atau harga pasar saat itu.
Atas perbuatan Dahlan Iskan, jaksa penuntut umum mendakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.