Selasa, 28 Maret 23

IPW: Tunjuk Tito, Presiden Rusak Sitem Kaderisasi Polri

Jakarta – Kendati mengangkat dan memberhentikan Kapolri adalah hak prerogatif Presiden, tapi Presiden seharusnya memperhatikan jenjang karir dan kepangkatan seperti yang diamanatkan pasal 11 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Jika dipaksakan, Presiden bisa dinilai merusak sistem kaderisasi di tubuh Polri.

Penilaian itu dikatakan Koordinator Indonesian Police Watch (IPW) Neta S. Pane kepada indeksberita.com, terkait penunjukkan Komjen Pol Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (15/6/2016).

“Kalau Tito dijadikan Kapolri tentunya harus diperhatikan bahwa dia masih terlalu muda. Masih ada 5 angkatan di atasnya dan pensiunnya masih sangat panjang sampai tahun 2022. (Hal ini) tentu kurang sehat bagi organisasi Polri,” kata Neta.

Menurut Neta, saat ini masih banyak senior yang jauh di atas Tito, sehingga mantan Kapolda Metro Jaya itu perlu lebih dulu mendukung perwira yang senior untuk menjadi Kapolri.

Neta mengkhawatirkan, kalau penunjukan Tito dipaksakan, hal itu justru akan membuatnya tidak nyaman.

“Tito terlalu yunior dan masih banyak senior di atasnya. Sehingga tidak baik bagi organisasi Polri, kalau dipaksakan dan didorong. Kalau pun Tito menjadi Kapolri dipastikan dia tidak akan nyaman saat memimpin para seniornya,” tuturnya.

Tito, lanjut Neta, mungkin bisa dijadikan Kapolri di masa mendatang, mengingat masa pensiunnya masih lama, yakni 2022.

“Tapi karena ini hak prerogatif presiden, sebagai rakyat kita mau bilang apa. Meski presiden bisa dinilai merusak tatanan dan sistem kaderisasi di Polri,” pungkas Neta.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait