Yogyakarta – Diterbitkannya Izin Pembebasan Lahan (IPL) Bandara Baru Internasional Kulonprogo (BBIK) pada 31 Maret 2015 lalu tanpa dilampirkannya Amdal menurut Bambang Eko selaku Manajer Proyek Rencana Pembangunan BBIK bukan karena kelalaian maupun kecurangan, namun merujuk pada sistem yang memang belum membutuhkannya.
Eko menjelaskan, hingga saat ini Amdal memang belum menjadi perhatian utama. Hal ini dikarenakan muatan dokumen Amdal harus memenuhi kewajiban pra-konstruksi, konstruksi dan paska konstruksi yang tertuang pada Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2012, Pasal 29 ayat 4 (a). Ia kembali menambahkan bahwa pemenuhan kewajiban yang tertera dalam peraturan pemerintah tersebut disaratkan untuk memiliki kuasa terhadap tanah proyek.
“Padahal dalam penyusunan dokumen Amdal itu ada perlakuan terhadap tanah, harus ada soil pass yang harus mengukur sebrapa besar kedalaman tanah untuk konstruksi nanti. Disatu sisi ini tanah belum kita kuasai, tanah orang kita acak-acak. Buat Amdal itu biayanya tidak sedikit, iya kalo kita punya hak untuk tanah ini, kalo tidak, buat apa dokumen ini,” ujar Eko (10/8).
Eko kembali menjelaskan bahwa Pimpro Proyek BBIK sudah berkordinasi pada Kepala Badan Pertanahan Nasional DIY dan Kepala Badan Lingkungan DIY bahwasanya memang dalam IPL tidak dibutuhkan Amdal. Sedangkan pada proses penyusunannya pun hanya melibatkan masyarakat terdampak Amdal bukan pembebasan lahan (IPL) yang nantinya juga akan diwadahi dengan CSR.
“Warga terdampak IPL ya diwadahi dengan ganti rugi, relokasi, dan lainnya. Sedangkan dampak pembangunan dan dampak operasionalnya bandara (Amdal) diwadahi dengan CSR, seperti warga Karanguni, ada Pasirmendit yang sama sekali tidak terdampak pembebasan lahan namun terdampak pembangunan dan operasional bandara, minimal kebisingan,” pungkasnya.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.