Kendati sejumlah kalangan dari dalam dan luar negeri memuji Indonesia karena telah berhasil melaksanakan demokrasi dan bahkan menyebut Indonesia sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India, namun data lansiran Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (3/8/2016), mengatakan sebaliknya.
Menurut BPS, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2015 mencapai angka 72,82 dalam skala 0 sampai 100. Angka ini turun sedikit dari IDI 2014 sebelumnya yang sebesar 73,04.
Kendati menurun, capaian kinerja demokrasi Indonesia tersebut masih berada pada kategori “sedang”. BPS mengklasifikasi tingkat demokrasi menjadi tiga kategori yakni, “baik” (indeks > 80), “sedang” (indeks 60 – 80), dan “buruk” (indeks < 60).
Seperti dikutip dari laman bps.go.id, perubahan dari 2014–2015 dipengaruhi tiga aspek demokrasi, yakni Kebebasan Sipil turun 2,32 poin (dari 82,62 menjadi 80,30), Hak-Hak Politik yang naik 6,91 poin (dari 63,72 menjadi 70,63), dan Lembaga-lembaga Demokrasi yang turun 8,94 poin (dari 75,81 menjadi 66,87).
Selain itu, penurunan juga disebabkan karena mulai periode 2015 BPS menerapkan dua indikator baru komponen dari variabel “Peran Birokrasi Pemerintah Daerah”, sebagai langkah penyempurnaan agar lebih sensitif pada situasi lapangan yang terkini. Karena itu, seandainya indikator lama dipertahankan, maka nilai IDI 2015 mencapai 73,12, yang berarti mengalami sedikit kenaikan dari capaian 2014 (sebesar 73,04).
Metodologi yang digunakan BPS dalam penghitungan IDI adalah 4 sumber data, yaitu review surat kabar lokal, review dokumen (Perda, Pergub, dan lain-lain), Focus Group Discussion (FGD), dan wawancara mendalam terhadap sejumlah responden terpilih di seluruh Indonesia.
Seperti diketahui, IDI adalah indeks komposit yang menyatakan secara kuantitatif status demokrasi di Indonesia. IDI dibangun berdasarkan tiga aspek demokrasi dengan 11 variabel dan 28 indikator.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.