“Saya pikir tidak semua dokter mengelak. Dan saya rasa Menteri Kesehatan sudah setuju serta memahami betapa pentingnya hukuman tambahan harus dilakukan”
Jakarta – Terkait sikap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menolak jadi eksekutor kebiri bagi pelaku kejahatan seksual, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan bahwa sikap IDI tersebut tidak mewakili sikap seluruh dokter di Indonesia.
Sepeti diketahui, IDI menolak jadi pelaksana hukuman tambahan itu karena alasan sumpah dan kode etik kedokteran. IDI bahkan mengancam akan “memecat” dokter yang melakukan kebiri dari profesinya.
Kendati demikian, Prasetyo percaya bahwa masih ada dokter yang mau mengeksekusi terpidana yang dikenakan hukuman tambahan itu.
“Saya pikir tidak semua dokter mengelak. Dan saya rasa Menteri Kesehatan sudah setuju serta memahami betapa pentingnya hukuman tambahan harus dilakukan,” ujar Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (10/6/2016).
Di mata Prasetyo, IDI hanya organisasi profesi. Sementara pemegang kebijakan berada di Kementerian Kesehatan.
“IDI punya saran seperti itu, mungkin itu pendapat pengalaman mereka. Tapi sesungguhnya kan sudah diatur undang-undang,” kata Prasetyo.
Menurut Prasetyo, karena dibenarkan oleh undang-undang maka dokter yang melakukan eksekusi kebiri tidak akan disalahkan.
Prasetyo berharap, hukuman kebiri akan membuat orang jeri dan mencegahnya melakukan tindak pidana kekerasan seksual.
“Kami inginkan dengan adanya kebiri bisa berikan dampak prevensi (mencegah) dan orang lain yang akan melakukan begitu, akan berpikir seribu kali,” kata Prasetyo.
“Dengan diumumkan, ditandatangan presiden, kami bisa laksanakan itu,” kata Prasetyo.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.