KLATEN – Apabila masyarakat umum mengartikannya “tawur -an” sebagai tindak kelahi yang urak-urakan, namun tidak dengan “tawur” yang diartikan oleh masyarakat Bali. Tawur atau sawur yang dimaksud adalah harmonisasi atau pembayaran hutang dengan bumi karena manusia telah diberikan pilar–pilar kehidupan, layaknya pangan maupun udara yang segar. Begitulah yang dituturkan I Gusti Gede Wisnu Hendrata, ketua panitia pelaksana upacara Tawur Agung Nasional 1938 Saka/ 2016 saat ditemui Indeksberita seusai upacara (08/03).
“Kebaikan dari alam bumi ini harus kita pelihara, jaga dan doakan. Seperti sekarang, secara spiritual kita mendoakan alam. Itu intinya. Efek negatif dari alam kita kurangi, efek positif dari alam kita jaga. Efek negartif itu yang membuat orang banyak musibah, banyak cilaka, banyak sial dan di sinilah kita berdoa diberikan air suci sehingga kita tenang dan di tahun baru kita bisa bekerja dengan baik,” jelas sosok yang akrab dipanggil Wisnu ini.
Rangkaian acara Tawur Agung Nasional di Kompleks Candi Prambanan sudah dipersiapkan panitia sejak berbulan–bulan yang lalu dengan kesibukan lapangan yang dicurahkan di bulan terakhir. Kesibukan yang Ia maksud meliputi kegiatan sosial, persiapan acara hingga berlangsungnya upacara yang dilaksanakan oleh lebih dari 1000 anggota panitia yang berasal dari Jawa Tengah dan dibantu oleh tim Unit Prambanan.
“Kalo Unit Prambanan kantornya sudah setiap tahun ya, ada acara gini jadi dia (baca- tim unit) udah biasalah. Kalo kita di sini otomatis tinggal jaga kebersihan aja lah. Kalo acara di tahun genap diurus oleh panitia Jawa Tengah, karena kalo tahunya ganjil giliran panitia dari Jogja.” jelasnya.
Ketua panitia acara juga menambahkan bahwa acara puncak dari rangkaian upacara ini adalah sambutan dari Joko Widodo yang seharusnya dihelat pada 10.05 WIB, namun berhubung Presiden sedang ada acara di tempat lain, sambutan –pun diwakilkan oleh Lukman Hakim selaku Menterian Agama dan AAN Puspayoga selaku Menteri Koperasi dan UKM