Jakarta – Perumpamaan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Teten Masduki di The Jakarta Post (Selasa, 29/3/2016) tentang penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dinilai keliru dan menunjukkan bahwa pemerintah masih belum memiliki sikap dan posisi yang jelas dalam persoalan tersebut.
Penilaian itu disampaikan Ketua SETARA Institute, Hendardi, di Jakarta, Kamis (31/3).
“Teten mengumpamakan jika perut kenyang maka urusan akan selesai. Sementara jika perut lapar, maka kekacauan akan terjadi,” kata Hendardi.
“Argumentasi Teten menunjukkan seolah urusan penyelesaian pelanggaran HAM bukanlah hal utama yang menjadi prioritas Presiden Jokowi. Dengan argumentasi keliru itu, maka atas nama menciptakan kesejahteraan, urusan HAM masa lalu dinegasikan, ” tambahnya.
Padahal, sambung Hendardi, dua tahun berjalan, semestinya kepemimpinan Jokowi cukup untuk mengambil sikap terkait isu HAM masa lalu. Hendardi menilai pemerintah sampai saat ini masih bimbang dalam menemukan mekanisme penyelesaian masalah tersebut.
Hendardi lebih lanjut mengatakan, di tengah ketidakpercayaan publik pada skema yg digagas oleh Menkopolhukam dan Jaksa Agung dengan membentuk Tim Gabungan unsur-unsur institusi negara yang sebenarnya bagian dari masalah, sebaiknya Jokowi membentuk Komisi Kepresidenan Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban.
“Komisi diisi orang-orang yang kredibel, berintegritas, dan teruji pada pembelaan HAM. Ini merupakan jawaban atas kebuntuan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM,” pungkas Hendardi.