Ketua Setara Institute, Hendardi, menilai pembubaran kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) pada Selasa (6/12) di Sabuga, Bandung, merupakan pelanggaran atas kebebasan beribadah yang dilakukan oleh aktor negara dan aktor non negara. Peragaan pelanggaran HAM semacam ini, menurutnya, merupakan ancaman serius bagi kemajemukan Indonesia.
“Kepolisian Resort Kota Bandung adalah aktor negara terdepan yang harus bertanggung jawab atas pelanggaran ini,” tegas Hendardi.
“Polisi bukan hanya membiarkan aksi kelompok intoleran tetapi juga aktif dan memprakarsai pembubaran dengan alasan yang tidak masuk akal,” tambahnya.
Ia menyayangkan cara kerja polisi dalam menangani kasus-kasus semacam ini yang menurutnya tetap tidak berubah, dimana Polisi selalu memaksa kelompok minoritas yang menjadi korban yang justru harus mengikuti kehendak kelompok intoleran.
“Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus memberhentikan Kapolrestabes Bandung dan mengevaluasi Kapolda Jabar yang juga gagal melindungi warga negara,” pintanya.
Upaya terpenting, menurut Hendardi, adalah menindak tegas dan meminta pertanggungjawaban aktor non negara yaitu kelompok-kelompok intoleran yang telah melakukan tindak pidana tersebut, karena menghalang-halangi dan membubarkan kegiatan keagamaan.
Jika tidak ada penindakan terhadap kelompok ini, Hendardi memastikan aksi-aksi serupa akan menyebar lebih luas di banyak tempat.
“Pengutamaan terhadap kelompok intoleran dengan tidak memberikan tindakan hukum adalah kesalahan serius Polri yang justru akan mengukuhkan anarkisme di ruang publik dan memperkuat daya rusak kelompok ini pada kemajemukan Indonesia,” ujarnya.
Sementara, Ia juga meminta Ridwan Kamil sebagai Walikota Bandung tidak berdiam diri dan melempar tanggung jawab pada bawahannya yang lalai memfasilitasi kegiatan keagamaan warga negara.
“Walikota mesti melakukan evaluasi komprehensif atas peristiwa ini dan mengambil kebijakan kondusif bagi kemajemukan di Kota Bandung dan bagi penikmatan kebebasan beragama/berkeyakinan,” pungkasnya.