Ketua Setara Institute, Hendardi, menilai aksi demonstrasi seperti unjuk rasa Jumat (4/11) yang berujung anarkis selain rentan ditunggangi aktor politik seperti ditegaskan Jokowi, juga rentan menjadi medium recovery kaum ‘jihadis’. Sebab, menurutnya, sejak perdamaian di Poso dan Ambon mereka telah kehilangan arena recovery dan radikalisasi, baik untuk merekrut kader-kade baru maupun untuk menghimpun dukungan publik.
“Sejak 2010, kelompok jihadis beralih menggunakan isu penodaan agama, penyesatan, antikristenisasi, dan solidaritas atas segala peristiwa di Timur Tengah, sebagai medium kampanyenya,” kata Hendardi.
Hendardi mencontohkan peristiwa di Cikeusik 6 Februari 2011 dan di Temanggung 9 Februari 2011, adalah dua peristiwa yang secara nyata ditunggani oleh kelompok jihadi. Salah satu aktor lapangan peristiwa penyerangan Ahmadiyah di Cikeusik adalah aktor yang aktif melakukan pembantaian di Poso. Sedangkan di Temanggung, operator lapangan dari pembakaran gereja adalah salah satu tokoh yang pada masa konflik di Ambon bertugas memasok amunisi untuk kelompok Islam.
Sedangkan indikasi keterlibatan kelompok jihadi dalam aksi 4/11 lalu, kata Hendardi, terdeteksi dengan keterlibatan tokoh kunci Bachtiar Nasir (pendakwah Wahabi), Abu Jibril (MMI), dan M. Zaitun (Wahdah Islamiyah) ormas yang disponsori Wahabi dan gemar mengkafirkan kelompok lain.
“Tiga tokoh kunci tersebut secara ideologis membenarkan segala cara untuk mencapai tujuannya,” ujarnya.
Menurut Hendardi, aksi-aksi massa selalu mengundang aneka kepentingan bertaruh. “Karena itu, jika praktik-praktik intoleransi dengan aksi kekerasan dan penyebaran kebencian dibiarkan, maka sama saja kita menyediakan arena recovery kelompok-kelompok jihadi untuk terus memupuk semangat pengikut dan simpatisannya,” tuturnya.
Bagi Setara Institute, sambung Hendardi, intoleransi adalah titik awal dari terorisme, sebaliknya, terorisme adalah puncak intoleransi.
“Jadi, soal aksi 4/11 bukan hanya melulu soal Pilkada, soal Ahok dan dugaan penodaan agama, tetapi juga merupakan soal kebutuhan adanya ruang yang kondusif bagi radikalisasi publik untuk memperluas dukungan terhadap agenda-agenda jihad yang bertentangan dengan hukum dan dasar kebangsaan Indonesia” pungkasnya.