Kamis, 7 Desember 23

Hendardi: Hoax adalah Sampah Demokrasi!

Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Hendardi, menilai hoax sebagai sampah demokrasi. Namun demikian, tindakan hukum Polri terhadap pembuat dan jejaring penyebar hoax yang merajalela saat ini tidak boleh kontraproduktif sehingga menunjukkan kesan institusi Polri berpolitik.

“Sebagai bagian dari bentuk tindakan pelanggaran hukum, penyebar hoax harus ditindak secara hukum,” kata Hendardi dalam keterangan persnya, di Jakarta, Kamis (15/3/2018).

Sebagaimana diketahui, pada Rabu (14/3) kemarin, Presiden Joko Widodo merespon dan menyatakan kekesalannya terkait dengan tuduhan bahwa dirinya pendukung PKI serta membiarkan kader-kader Partai Komunis Indonesia (PKI) bangkit dan menduduki sejumlah jabatan strategis, dengan kata ‘gebuk’.

Kendati ada respon presiden seperti itu, Hendardi meminta Polri harus memastikan bahwa penindakan atas penyebar hoax dan jejaring intelektualnya murni berdasarkan fakta-fakta peristiwa.

“Langkah itu pun harus dilakukan secara transparan dan akuntabel sehingga tidak terjadi generalisasi penindakan, yang justru akan melemahkan independensi dan netralitas Polri,” ujarnya.

Selanjutnya, Hendardi mengatakan bahwa stigmatif PKI atas Jokowi adalah desain kerja politik yang disengaja dan karenanya sarat dengan kepentingan politik tertentu.

“Hoax semacam ini jelas merupakan kerja politik oleh pihak-pihak yang disengaja (by design) untuk tujuan-tujuan politik tertentu, bisa dilakukan oleh pendukung parta-partai politik, bisa juga oleh kelompok professional yang dipekerjakan sebagai pihak yang bertugas melemahkan legitimasi kepemimpinan Jokowi,” kata Hendardi

Menurutnya, Jokowi telah menghadapi serangan serius dengan stigma isu PKI sejak menjelang Pemilu Presiden 2014 silam. Hingga saat ini isu tersebut terus dihembuskan secara sistematis oleh lawan politik Jokowi yang bertujuan untuk melemahkan elektabilitas Jokowi pada 2019.

Hendardi menambahkan, di era pascakebenaran (post-truth era), hoax yang diproduksi secara sistematis dan berkelanjutan akan dianggap kebenaran oleh para pembaca atau penerima pesan.

“Karena itu, ekspresi Jokowi dapat dipahami sebagai upaya menolak pengarusutamaan (mainstreaming) hoax PKI itu agar tidak menjadi kebenaran palsu,” katanya.

Preventif

Pendekatan preventif yang demokratik, menurut Hendardi, bisa menjadi pilihan Polri dalam bersikap, karena pendekatan represif yang tidak terukur hanya menyenangkan penyebar hoax dan kekuatan-kekuatan yang mempolitisasi isu PKI di tengah kontestasi politik.

“Pendekatan represif ini pula yang justru akan mengoyak dukungan kelompok prodemokrasi pada Jokowi dan mengikis elektabilitasnya saat kontestasti politik itu tiba,” katanya.

Paralel dengan langkah penegakan hukum, Ia menilai bahwa edukasi publik untuk meningkatkan literasi media menjadi tugas banyak pihak.

“Publik bahkan dituntut menjadi bagian dari pemberantas hoax dengan senantiasa kritis membaca dan menyimak berita, tidak menyebarkan hoax, dan melaporkan pihak-pihak yang memproduksi hoax, karena hoax adalah sampah demokrasi”, pungkasnya.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait