Kamis, 21 September 23

Hamdan Zoelva Klaim Tak Tahu ada Suap ke Akil Mochtar

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva mengaku tak tahu perihal aliran dana suap dari Bupati Buton, Samsu Umar Samiun kepada koleganya yang juga mantan Ketua MK, Akil Mochtar terkait sengketa hasil Pilkada Buton tahun 2011 di MK.

Hal itu dikatakan Hamdan usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan suap dari Samsu Umar kepada Akil Mochtar, Rabu (2/11). “Saya tidak tahu (aliran dana ke Akil Mochtar). Saya tidak tahu sama sekali‎,” kata Hamdan di Gedung KPK, Jakarta.

Baca: http://www.indeksberita.com/kpk-periksa-mantan-ketua-mk/

Hamdan juga mengaku baru mengetahui mengenai aliran dana ini setelah diusut KPK. Termasuk mengenai CV Ratu Samagat. Perusahaan milik istri Akil, Ratu Rita Akil ini diduga menjadi tempat “penampungan” dana suap terkait penanganan sejumlah perkara sengketa Pilkada di MK. Termasuk aliran dana dari Samsu Umar.

“Saya tidak tahu. Nama CV sendiri saya tahu setelah berkas perkara itu di KPK,” katanya.

Menurut Hamdan, proses persidangan sengketa hasil Pilkada Buton 2011 di MK berjalan normal. Seluruh proses persidangan ini ditulis dalam berita acara sidang, termasuk juga putusan yang dimuat secara lengkap.

“Proses persidangan berjalan seperti biasa, normal seperti yang tertulis dalam berita acara sidang dan juga dalam putusan itu juga sudah dimuat dengan lengkap. Jadi saya tidak perlu menerangkan lagi karena seluruh berkas itu ada di penyidik. Putusannya bulat,” katanya.

Hamdan mengakui terdapat jeda sehari di sela persidangan ketika Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) di MK sebelum putusan. Namun, Hamdan meyakini jeda tersebut tak cukup menjadi celah bagi Akil Mochtar untuk melobi pihak berperkara.

“Sebenarnya (jeda) sehari itu sangat minim celahnya karena kalau terlalu panjang juga itu celahnya semakin banyak. Kalau diputus pagi, siang langsung putus menulis putusannya kan enggak mungkin. Jadi waktu sehari itu waktu yang paling mepet. Itu normal saja, semua normal saja dalam prosesnya, enggak ada yang aneh,” ungkapnya.

Untuk itu, Hamdan mengaku tidak dapat berspekulasi mengenai celah yang dimanfaatkan Akil untuk melobi para pihak yang berperkara dalam persidangan sengketa hasil pilkada di MK. Namun, tanpa merinci lebih jauh, Hamdan menduga, terdapat sejumlah hal yang dimanfaatkan Akil untuk meraup uang suap.

“Itu analisis yang saya tidak tahu. Dalam banyak aspek bisa sajalah, macam-macam. Orang mau cari untung kan macam-macam saja. Tapi saya tidak ngertilah‎,” jelasnya.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Samsu Umar sebagai tersangka pemberi suap kepada Akil Mochtar untuk memenangkan perkara sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Buton pada tahun 2011 di MK. Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Samsu Umar dijerat dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001.

Samsu Umar mengakui memberikan uang Rp 1 miliar kepada Akil sekitar tahun 2012 agar memenangkan sengketa Pilkada Buton yang bergulir di MK. Hal itu, disampaikan Samsu Umar saat bersaksi dalam persidangan Akil di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada 4 Maret 2014 lalu. “Saya transfer ke CV Ratu Samagat, Rp 1 miliar,” katanya.

Pengacara Arbab Paproeka yang disebut sebagai pihak yang mengurus pemulusan perkara Pilkada Buton tahun 2011 telah diperiksa penyidik pada Selasa (1/11) kemarin. Usai diperiksa, Arbab mengakui adanya pengiriman uang Rp 1 miliar dari Samsu ke rekening CV Ratu Samagat, perusahaan milik Akil Mochtar.

Dugaan suap ini bermula dari pelaksanaan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara yang digelar pada Agustus 2011. Terdapat sembilan pasangan calon yang mengikuti Pilkada ini, yakni pasangan Agus Feisal Hidayat dan Yaudu Salam Ajo, Ali La Opa dan La Diri, Azhari dan Naba Kasim, Jaliman Mady dan Muh Saleh Ganiru, Samsu Umar Abdul Samiun dan La Bakry, La Sita dan Zuliadi, La Ode M Syafrin Hanamu dan Ali Hamid, Edy Karno dan Zainuddin, serta pasangan Abdul Hasan dan Buton Achmad.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Buton yang melakukan penghitungan suara menyatakan pasangan Agus Feisal Hidayat dan Yaudu Salam Ajo sebagai pemenang. Keputusan KPU ini digugat oleh pasangan Lauku dan Dani, Samsu Umar dan La Bakry, serta Abdul Hasan dan Buton Achmad ke MK.

Dalam putusannya, MK membatalkan putusan KPU Buton dan memerintahkan KPU Buton untuk melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual serta melakukan pemungutan suara ulang. Pada 24 Juli 2012, MK memutus Samsu Umar dan La Bakry menjadi pemenang Pilkada Buton.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait