Menindaklanjuti surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan juga edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gubernur Kalimantan Utara mengimbau agar seluruh ASN dan penyelenggara negara di lingkup Pemprov Kaltara untuk menolak gratifikasi.
“Baik berupa uang, bingkisan atau parsel, fasilitas dan bentuk pemberian lainnya yang memanfaatkan momen hari raya keagamaan. Dalam hal ini, Hari Raya Idulfitri 1440 Hijriah/2019 Masehi,” ujar Irianto, Senin (26/5/2019).
Himbauan tersebut merupakan tindak lanjut atas Surat Edaran (SE) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor B/3956 GTF 00.02/01-13/05/2019, tanggal 8 Mei 2019 tentang Imbauan Pencegahan Gratifikasi terkait Hari Raya Keagamaan yang ditujukan kepada pimpinan instansi / kementerian / lembaga / organisasi / pemerintah daerah / BUMN / BUMD.
Diungkapkan Irianto, sesuai SE KPK itu, apabila PNS atau pejabat penyelenggara negara menerima gratifikasi berupa bingkisan makanan yang mudah rusak, dapat disalurkan sebagai bantuan sosial ke panti asuhan, panti jompo, atau pihak yang membutuhkan dan melaporkan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) masing-masing disertai dengan penjelasan dan dokumentasi penerimaannya.
Selanjutnya UPG melaporkan rekapitulasi penerimaan gratifikasi kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi dimaksud.
“Pemberian atau hadiah dari orang, utamanya saat momen Hari Raya Idulfitri, memang sulit dibendung datangnya. Karena ini, seperti menjadi tradisi bagi penduduk kita. Namun, pejabat di Kaltara harus berupaya maksimal untuk menolaknya,” katanya.
Hmbauan lain dari KPK,menurut Irianto, adalah pemerintah diminta untuk tidak mengajukan permintaan dana, sumbangan, dan/atau hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) atau dengan sebutan lain, serta melakukan tindakan pencegahan korupsi seperti menerbitkan surat secara terbuka yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan gratifikasi dalam bentuk apa pun kepada pegawai/Anggota DPRD di lingkungan kerja.
SE KPK tersebut, juga telah ditindaklanjuti oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengeluarkan 2 SE pada 16 Mei 2019, yang ditujukan pada Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi, serta kepada Bupati/Wali Kota serta Ketua DPRD Kabupaten/Kota. Dalam SE bernomor 003.2/3975/SJ dan 003.2/3976/SJ tertanggal 16 Mei 2019, Menteri Dalam Negeri (Mendari) Tjahjo Kumolo meminta kepada gubernur, bupati/wali kota, aparatur sipil negara (ASN), DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk menolak gratifikasi lebaran dalam bentuk apa pun.
“Menolak gratifikasi baik berupa uang, bingkisan/parsel, fasilitas, dan bentuk pemberian lainnya yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” ucap Irianto membacakan SE Mendagri tersebut.
Isi lainnya, diperingatkan agar jajaran pemda tidak mengajukan permintaan dana, sumbangan, dan/atau hadiah sebagai THR atau dengan sebutan lain. Dalam hal ini baik secara individu maupun mengatasnamakan institusi daerah pada masyarakat, perusahaan, dan/atau PNS/penyelenggara negara.
“Lalu tidak menggunakan fasilitas kedinasan untuk kepentingan pribadi, seperti menggunakan kendaraan dinas operasional untuk kegiatan mudik,” ucap Irianto.
Diketahui, Kemendagri juga memastikan, PNS yang menerima gratifikasi masuk pelanggaran disiplin PNS. Bahkan, ini juga masuk sebagai tindak pidana korupsi. Penerimaan gratifikasi masuk dalam pelanggaran disiplin berat. Sanksi pelanggaran berat terdiri atas penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.