Sabtu, 23 September 23

GP Ansor: SARA untuk Tujuan Politik, Primitif

Indonesia sejak awal berdirinya telah secara sadar dan meyakinkan untuk memilih jalan demokrasi dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski mengalami pasang surut seiring pergantian rezim penguasa, kehidupan demokrasi kita dari waktu waktu semakin matang dan menuju kearah yang semakin baik, kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor H Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta.

Ia menambahkan, predikat Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar dunia semakin diakui dan dikagumi oleh bangsa-bangsa lain dapat dipertahankan. Namun, menurutnya, di sisi lain kebebasan berorganisasi dan berpendapat tersebut juga dimanfaatkan oleh “penumpang gelap” reformasi yaitu lahirnya partai dan organisasi yang mengusung ideologi-ideologi yang tidak selaras dengan 4 pilar bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan ada organisasi yang jelas-jelas ingin mengganti Pancasila dan NKRI dengan “Negara khilafah” (Negara Pan Islamisme Dunia) yang totaliter.

“Bahkan ada organisasi yang tidak mengakui sistem demokrasi, mereka melakukan propaganda khilafah memanfaatkan atmosfer demokrasi di era reformasi,” katanya.

Menyikapi dinamika Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta, Yaqut mengatakan bahwa saat ini sudah sampai tahapan penting yakni sudah ada 3 pasang calon yang diusung oleh partai-partai politik. Ia pun mengakui bahwa pencalonan kembali Petahana Basuki Tjahaya Purnama-DJarot Syaiful Hidayat menuai pro-kontra di tengah publik Jakarta. Dimana sebagian kalangan menolak pencalonan Ahok dengan alasan SARA (Suku, Agama, Ras dan Golongan) yaitu bahwa Ahok yang notabene berlatar belakang etnis dan agama minoritas akan memimpin DKI Jakarta yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Menurut Yaqut, kunjungan Gubernur Basuki Tjahaya Purnama di Kepulauan Seribu, menimbulkan problem baru karena Ahok melontarkan pernyataan kontroversial bahwa rakyat Jakarta “dibohongi dengan surat Al Maidah 51” agar tidak memilih dia. Pernyataan tersebut diprotes keras oleh banyak kalangan, walaupun Ahok kemudian menyatakan permohonan maaf dan menyampaikan bahwa dirinya tidak bermaksud menghina Al Qur’an dan umat Islam. Namun, ia berharap semua fihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

Terkait hal tersebut yang merupakan bagian dari dinamika terkini Pilgub DKI Jakarta, maka Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (PP GP Ansor) menyampaikan sejumlah sikap dan pandangan sebagai berikut:

1. Meminta semua pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan Pilgub Jakarta untuk segera menghentikan perdebatan dan kampanye yang mengandung unsur SARA. GP Ansor percaya bahwa kesucian agama tidak patut dan tidak selayaknya digunakan untuk tujuan perebutan kekuasaan semata. Selain itu GP Ansor meyakini menggunakan SARA untuk tujuan politik adalah cara-cara “primitif” dalam demokrasi. GP Ansor melihat bahwa segelintir oknum di social media sudah melampaui etika dan kepatutan dengan melecehkan secara personal tokoh-tokoh tertentu yang terkait Pilgub DKI Jakarta.

2. Mengingatkan kepada para pasangan calon gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta, tim suksesnya, dan pendukungnya untuk berkampanye secara kreatif dan cerdas serta mengangkat tema-tema positif bagi kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyat Jakarta. GP Ansor meyakini bahwa kompetisi antar kandidat Pilgub Jakarta yang mengedepankan ide dan gagasan merupakan pendidikan politik yang bagus bagi masyarakat Jakarta.

3. Masyarakat Jakarta harus bersyukur dengan hadirnya 3 pasangan calon yang berkualitas sehingga siapapun yang terpilih, rakyat Jakarta akan mendapatkan manfaatnya karena sudah memilih “yang terbaik di antara yang terbaik”.

4. Menginstruksikan kepada kader GP Ansor DKI Jakarta untuk tetap taat pada PD/PRT GP Ansor dan pimpinan organisasi bahwa GP Ansor sebagai ormas kepemudaan di bawah Nahdlatul Ulama (NU) tidak dalam posisi dukung mendukung pasangan calon tertentu. Namun sebagai individu dan warga masyarakat DKI Jakarta yang baik, PP GP Ansor menyerukan segenap kader Ansor untuk menggunakan hak pilihnya secara sadar, rasional dan ideologis kepada Allah SWT dengan memilih pasangan calon yang mempunyai gagasan dan program kerja yang tidak bertentangan dengan 4 pilar bangsa dan Islam ahlussunah wal jamaah yang menjadi komitmen kebangsaan dan haluan keagamaan NU dan GP Ansor.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait