Bertempat di Kantor Pusat Gerakan Pemuda Ansor Jl.Kramat Raya Jakarta pada Sabtu (11/3/2017), PP GP Ansor menggelar Bahtsul Masail atau pembahasan, penelitian keagamaan terkait hal-hal tertentu, diantaranya memilih pemimpin non muslim. Dalam kesempatan tersebut PP GP Ansor menekankan bahwa dalam memilih pemimpin yang terpenting adalah memilih figur atau sosok yang mampu membawa dan mendatangkan kemaslahatan bagi umat.
Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Coumas mengatkan bahwa kepemimpinan yang baik bukan dilihat dari latar belakang suku, agama melainkan dari cara dia mendatangkan kesejahteraan untuk masyarakat.
“Kepemimpinan yang kita anut adalah pemimpin yang mampu memberikan maslahat bagi umat dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Kita ngga lihat siapapun dia baik dari latar belakang suku, agama dan seterusnya. Tapi kita lihat bagaimana dia mampu memberi kemaslahatan untuk masyarakat,” ujar Yaqut.
Ketika awak media meminta Yaqut Cholil untuk memberikan tanggapan tentang Surat Al Maidah ayat 51, Yaqut enggan berkomentar tentang tafsiran ayat tersebut. Menurutnya, hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Al Qur’an adalah urusan Ahli Tafsir.
“Tentang Surat tersebut (Al Maidah ayat 5-red), perdebatan soal tafsir itu panjang. Tafsir itu ada banyak metodenya, untuk itu kita serahkan saja pada orang atau kelompok yang punya otoritas terkait hal itu. Jangan semua orang berhak menafsirkan Al Quran. Apalagi cuma bermodalkan terjemahan dari Kemenag,” paparnya.
Pria yang akrab dipanggil Gus Tutut tersebut juga menyayangkan adanya upaya-upaya pihak tertentu yang sengaja mempolitisasi atau melakukan politisasi terhadap agama Islam. Menurutnya, penggunaan agama dalam politik cenderung dipilah-pilah dan hanya menggunakan kaidah yang dianggap menguntungkan.
Disinggung apakah sikap dari GP Ansor tersebut adalah sebuah sinyal dukungan terhadap calon tertentu di Pilkada DKI, Yaqut menegaskan bahwa sikap tersebut bukan untuk mendukung atau memenangkan salah satu calon, tetapi pihaknya meminimalisir usaha-usaha untuk mempolitisasi agama Islam.
“Kami mengambil sikap ini bukan untuk memenangkan salah satu calon, melainkan untuk meminimalisir usaha-usaha yang mempolitisasi agama islam. Tentu saja saja ketika agama Islam dibawa ke ranah politik yang digunakan hanya untuk kaidah-kaidah yang jelas menguntungkan saja,” pungkas Yaqut.