Kita sering abai untuk menjaga Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai area vital untuk penahan longsor dan banjir. Eksploitasi hutan yang tak kenal batas, masih terus terjadi. Ini yang menyebabkan areal yang seharusnya menjadi lahan resapan air musim penghujan, justru menyisakan pemandangan hamparan lahan tandus yang dapat mengakibatkan banjir bandang. Dan kemudian akan muncul ancaman berikutnya, yaitu debit air sebagai sumber kehidupan masyarakat, terus menurun.
Menyadari hal itu, pada hari Minggu (20/11) para pemuda dan aktivis lingkungan hidup di Nunukan, mengadakan kegiatan berupa penanaman ratusan bibit pohon Mahoni dan Trembesi di sepanjang area tepi Sungai Bolong (salah satu sungai yang menjadi sumber air untuk masyarakat yang tinggal di Pulau Nunukan).
Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Pohon Sedunia, yang jatuh tiap tanggal 21 November, sebagai bentuk kepedulian terhadap alam, juga sebagai edukasi pada masyarakat agar tetap menjaga keharmonisan dengan alam.
Feby, koordinator aksi tersebut, kepada redaksi mengatakan bahwa saat ini kondisi persediaan air di Pulau Nunukan benar-benar sangat kritis. Menurutnya, debit air dari Sungai Bolong pada 2004 adalah 170 liter/detik, namun pada tahun 2016 debit air hanya tinggal sekitar 20 liter/detik. Menurunnya debit air terjadi karena eksploitasi lahan hutan lindung, dan juga pembiaran terhadap lahan-lahan tandus.
“Kita sangat miris karena embung (penampungan air sungai-red) itu sekarang hanya menampung air hujan saja, kalau musim kemarau tinggi air di embung tak lebih dari mata kaki. Kalau hal ini terus dibiarkan, maka masyarakat di Pulau
Nunukan ini suatu saat tidak dapat menikmati air dari alam selain air hujan atau air mineral dari daur ulang” ujarnya .
Untuk itu, lewat aksi Tanam Pohon tersebut ia mengajak masyarakat bukan hanya di Nunukan tapi juga diseluruh Indonesia agar lebih peduli terhadap kondisi tempat sekitar hutan agar tercipta keseimbangan antara manusia dengan alam. Ia menambahkan bahwa terjadinya bencana, seperti kekeringan atau banjir, tidak begitu saja terjadi.
“Bagaimana tidak akan terjadi kekeringan atau jika curah hujan tinggi tidak akan terjadi banjir apabila lahan-lahan terutama di tepi sungai dibiarkan tandus. Jangan nanti setelah bencana atau hilangnya suply air terjadi, baru kita menyesal. Sementara itu ketika kita melihat lahan-lahan tandus seperti ini, kita abai dan tak peduli. Untuk itu kita akan terus lakukan reboisasi. Kegiatan ini bukan hanya sebatas penanaman namun juga pemeliharaan” tegasnya.
Dari pantauan indeks berita.com puluhan pemuda Nunukan yang tergabung dalam GNH (Generasi Hijau) dan Sispala Al-Ikhlas Nunukan tersebut,
tampak antusias menanam bibit-bibit pohon walau dibawah sengatan terik matahari.