Selasa, 28 Maret 23

Forum Aktivis 98 untuk Ahok: Tak Ada Motif Penyalahgunaan Kekuasaan dalam Gugatan Ahok di MK

Inisiator Forum Aktivis 98 untuk Ahok, Sulaiman Haikal, meminta semua pihak untuk menghormati proses judicial review terkait ketentuan mengenai cuti bagi calon petahana selama kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK), yang diajukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok.

Haikal menegaskan, gugatan tersebut merupakan hak Ahok selaku warga negara dan sama sekali tidak dimotivasi untuk menyalahgunakan kekuasaan yang melekat pada Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta saat ini.

Oleh karena itu, kekhawatiran bahwa akan terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) jika Ahok tidak mengambil cuti saat masa kampanye Pilkada Jakarta 2017, menurutnya, tidak tepat dan sumir.

“Semua pihak sebaiknya menjunjung prinsip presumption of innocence atau praduga tak bersalah. Sampai dibuktikan sebaliknya oleh pihak yang berwenang, setiap orang harus dianggap tidak bersalah dan memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum,” tandas Haikal dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (2/9.

Terkait penegakkan prinsip pemilu yang jujur, adil, dan demokratis, Haikal mengingatkan bahwa dalam sistem demokrasi di Indonesia terdapat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Beban untuk menjaga dan mengawal prinsip pemilukada yang jujur adil dan demokratis, ada pada Bawaslu, bukan menjadi milik kepala daerah yang mencalonkan diri,” ujarnya.

Menurutnya, Bawaslu harus membuktikan kepada publik bahwa badan tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas mengawal pemilukada bisa berjalan dengan baik, terlepas dari ada atau tidaknya petahana mencalonkan diri.

“Anggota Bawaslu telah dipilih oleh rakyat dan dibiayai oleh negara, sudah sepatutnya menyatakan kesiapannya menjamin proses pilkada bebas dari penyalahgunaan kekuasaan,” katanya.

Oleh karena itu, Haikal menilai MK perlu mempertimbangkan untuk memanggil Bawaslu guna menanyakan kemampuan lembaga tersebut dalam mengawal proses Pilkada.

Pada kesempatan yang sama, inisiator FA 98 Ahok lainnya, Iwan Sulaiman Soelasno, menilai gugatan Ahok ke MK merupakan pelajaran berharga dan momentum yang tepat bagi Bawaslu di seluruh Indonesia untuk memperkuat peran dan kapasitas lembaganya selaku pengawas pemilu. Hal itu, kata Iwan, termasuk dengan membuat prosedur standar operasional (SOP), pentunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis tentang pengawasan yang efektif, menyeluruh, dan atau khusus kepada calon petahana.

Iwan menuturkan, sekalipun Ahok tidak cuti kampanye, Ahok sesungguhnya membuka diri dan mempersilahkan Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kota untuk tetap melakukan pengawasan terhadap dirinya sebagai cagub DKI Jakarta. Bawaslu, lanjutnya, tidak perlu ewuh pakewuh kepada petahana.

“Saya melihat pelajaran berharga lainnya adalah Ahok ingin mengubah pandangan politik selama ini yang mengatakan bahwa Bawaslu dan Panwaslu tidak berani menindak calon Kepala daerah petahana, ketika terbukti melakukan pelanggaran administratif maupun pidana sehingga pengawasan menjadi tidak efektif,” tutur Iwan.

Menurut aktivis 98 dari Universitas Nasional ini, Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kota perlu memperkuat integritas kelembagaan dan personilnya untuk melakukan pengawasan yang efektif kepada petahana.

“Silakan Bawaslu mengawasi semua aktivitas Ahok sebagai petahana. Bahkan jika perlu, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melibatkan organisasi masyarakat sipil untuk terlibat mengawasi petahana,” pungkasnya.

Seperti diketahui, sidang uji materi mengenai wajib cuti untuk calon petahana yang akan maju di Pilkada mulai digelar di MK, Senin (22/8) lalu. Ahok meminta Pasal 70 ayat (3) UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada diuji karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28D ayat (1).

Ahok keberatan jika Pasal 70 ayat (3) ditafsirkan bahwa petahana wajib menjalani cuti selama kampanye. Padahal, sebagai gubernur, ia harus memastikan bahwa program pemerintah Provinsi DKI Jakarta terlaksana. Ia juga menganggap seharusnya cuti adalah hak, bukannya malah kewajiban.

Pendapat lain menyebutkan, aturan cuti pertahana sebagai peserta Pilkada antara lain untuk memudahkan pengawasan dan penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan seseorang, maka aturan itu dibutuhkan, kata satu praktisi di Jakarta terkait uji materi ini.

 

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait