Jumat, 24 Maret 23

Forum Akademisi: Presiden Harus Cegah Kriminalisasi terhadap Haris Azhar

Puluhan pengajar dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam Forum Akademisi #KamiPercayaKontraS, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat menunjukkan kepemimpinannya dengan segera mencegah segala bentuk upaya “kriminalisasi” terhadap Haris Azhar yang dilakukan oleh tiga institusi yang berada di bawah kekuasaan presiden.

Mereka juga meminta Jokowi secepatnya menginisiasi komisi khusus kepresidenan untuk membersihkan TNI, Polri dan BNN dari narkoba dan korupsi.

Tuntutan itu disampaikan oleh Forum Akademisi melalui pernyataan sikap yang dibacakan oleh Tri Agus Siswomiharjo atau yang akrab disapa Tass, di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (6/7/2016).

Seperti diketahui, tiga institusi yakni TNI, Polri, dan BNN telah melaporkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar ke Kepolisian. Haris dituduh telah melakukan pencemaran nama baik setelah mengungkap kesaksiannya mengenai keterlibatan oknum aparat Negara dalam bisnis narkoba, berdasarkan penuturan terpidana mati narkoba, Freddy Budiman.

Menurut Forum Akademisi, Kontras adalah representasi dari akal sehat masyarakat sipil, yang tak punya kepentingan politik maupun motif kriminal dalam menjalankan tugas demokrasi dan kemanusiaan.

Oleh karena itu, apa yang diungkapkan Haris Azhar dan KontraS merupakan bagian dari tanggung jawab keadaban warga, sebagai representasi dari publik yang aktif dalam upaya mendorong perubahan institusional, khususnya lembaga penegak hukum seperti Kepolisian RI (Polri), Badan Narkotika Nasional (BNN) serta lembaga pertahanan negara Tentara Nasional Indonesia (TNI).

“Dalam ketiga institusi tersebut, garda depan penegakan hukum, pelembagaan demokrasi, penghormatan hak asasi manusia, dan kekokohan pertahanan negara dipertaruhkan. Pada lembaga-lembaga tersebut, penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik serta keadaban Indonesia dijalankan,” Kata Tass.

Forum Akademisi juga menilai pengungkapan mengenai indikasi keterlibatan aparat-aparat pada lembaga-lembaga tersebut dalam peredaran narkotika di Indonesia seperti yang dilakukan Haris dan KontraS, merupakan bagian dari tanggung jawab warga atas penyelenggaraan kehidupan bernegara, bukan merupakan tindak pidana.

“Namun, yang kemudian tersaji dan terpampang di depan kita adalah upaya untuk menjadikan apa yang dilakukan KontraS sebagai suatu bentuk kejahatan, dan dilaporkan sebagai tindak pidana. Ini merupakan pertunjukkan arogansi kekuasaan yang diwakili Kepolisian, BNN dan TNI,” ujar Tass.

Ketiga institusi tersebut, lanjut Tass, mestinya menjadikan informasi yang disampaikan KontraS sebagai bahan penting untuk melakukan perbaikan institusi secara serius, dan bukan justru menjadikan institusi sebagai benteng perlindungan bagi pelaku-pelaku yang diindikasikan terlibat di dalam peredaran narkoba.

Menurutnya, Kontras memberikan informasi sangat penting yang harus ditelusuri Kepolisian, BNN dan TNI, sebagai tanggung jawab kelembagaan Kepolisian, BNN dan TNI untuk melakukan pembenahan institusional secara besar-besaran.

Forum Akademisi selanjutnya mengingatkan bahwa tugas Polri adalah memberi rasa aman kepada masyarakat sipil agar terjamin inisiatif warga untuk aktif menjaga kenyamanan bermasyarakat, termasuk inisiatif untuk menyampaikan informasi edukatif dan korektif.

“Presiden Joko Widodo harus sadar bahwa problem narkoba di Indonesia tidak sesederhana yang dia bayangkan, yang akan selesai dengan melakukan pembunuhan massal terhadap para bandar,” katanya.

Kepada masyarakat, Forum Akademisi meminta dukungan sepenuhnya terkait upaya KontraS untuk memperbaiki kelembagaan Kepolisian, BNN dan TNI. Masyarakat diminta untuk jangan pernah ragu memberikan informasi dan laporan atas indikasi yang dilakukan aparat-aparat ketiga institusi tersebut, yang berkaitan dengan aktivitas dan keterlibatan dalam perdagangan dan peredaran barang-barang narkotika.

Forum Akademisi selanjutnya menyorot masih diberlakukannya hukuman mati di Indonesia yang, menurut mereka, harus segera dihentikan.

“Kami ingin tegaskan bahwa komplikasi dari persoalan ini terkait dengan sikap Presiden yang sampai kini masih kuat mempertahankan doktrin Hukuman Mati. Kami menyerukan agar pemerintah segera menyatakan moratorium terhadap praktek hukum itu,’pungkas Tass.

Berikut adalah nama-nama yang tergabung dalam Forum Akademisi #KamiPercayaKontraS:

Abdi Rahmat (Universitas Negeri Jakarta); Agus Wahyudi (Universitas Gadjah Mada); Alfindra Primaldhi (Universitas Indonesia); Ani Soetjipto (Universitas Indonesia); Anna Margret (Universitas Indonesia); Atnike N. Sigiro (Universitas Paramadina); Bagus Takwin (Universitas Indonesia); Bambang Widodo Umar (Universitas Indonesia); Bivitri Susanti (Sekolah Tinggi Hukum Jentera); Daddi H. Gunawan (Universitas Indonesia); Daniel Hutagalung (Universitas Indonesia); Dirga Ardiansa (Universitas Indonesia); Donny Ardyanto (Perhimpunan Pendidikan Demokrasi); Eryanto Nugroho (Sekolah Tinggi Hukum Jentera); Fachru Nofrian (Universitas Indonesia); Frans Magnis Suseno (STF Driyarkara); Gadis Arivia (Universitas Indonesia); L. G. Saraswati (Universitas Indonesia); Miko Ginting (Sekolah Tinggi Hukum Jentera); Paksi C. K. Walandouw (Universitas Indonesia); Panata Harianja (Universitas Indonesia); Nugroho Pratomo (Institut Riset Sosial dan Ekonomi); Robertus Robet (Universitas Negeri Jakarta); Rocky Gerung (Universitas Indonesia); Tirta N. Mursitama (Universitas Binus); Tommy F. Awuy (Universitas Indonesia); Tri Agus Susanto (STPMD “APMD” Yogyakarta); Ubbeidillah (Universitas Negeri Jakarta); Y. Wasi Gede (Institut Riset Sosial dan Ekonomi); Yerry Wirawan (Universitas Sanata Dharma); Yolanda Panjaitan (Universitas Indonesia).

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait