Kamis, 21 September 23

ForBALI: Kemenkopolhukham Jangan Jadi Alat Pemukul TWBI

Undangan Menkopolhukham yang ditandatangani oleh Deputi Bidkor Hukum dan HAM Jhoni Ginting kepada ForBALI dan elemen lain yang Menolak Reklamasi, bukan hanya ditolak, bahkan menuai pertanyaan yang mendalam dari para aktivis yang menolak reklamasi. Prihal undangan yang berjudul ‘Rapat Kordinasi’, tetapi pertimbangan yang mendasarinya adalah ‘Permohonan Penegakan Hukum dari PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI),” menuai kecurigaan bahwa PT. TWBI ingin memperalat pemerintah dalam hal ini Kemenko Polhukham agar rencana reklamasi Teluk Benoa dapat segera terealisasi.

ForBALI (Forum Rakyat Bali untuk Menolak Reklamasi Benoa), menolak dan meminta klarifikasi atas undangan rapat dari Kemenkopolhukham tersebut, yang seharusnya berlangsung kemarin (15/11/2016). Undangan tersebut, dianggap tidak jelas. Kordinator ForBALI, I Wayan Gendo Suardane (Gendo) dalam pernyataannya kepada media, mempertanyakan tentang penyelesaian masalah yang dimaksud oleh Kemenkopolhukham.

“Apakah yang dimaksud penyelesaian masalah oleh Kemenkopolhukham adalah penyelesaian masalah yang sesuai dengan keinginan TWBI? Karena dari daftar undangan yang khusus untuk organisasi non pemerintah, yang ada pada lampiran surat, yang diundang justru jauh lebih banyak dari organisasi masyarakat yang mendukung TWBI” kata Gendo.

Karena penolakan ‘rapat kordinasi’ yang diinisiasi oleh Kemenkopolhukham, bukan hanya dilakukan oleh ForBALI, juga oleh elemen lainnya, apakah penolakan itu akan membuat kesan, bahwa mereka yang menolak reklamasi adalah anti dialog? Hal tersebut ditolak oleh Ngurah Karyadi, anggota Dewan Nasional Pergerakan Petani Indonesia (P3I) yang sejak awal terlibat aktif dalam penolakan reklamasi Teluk Benoa.

“ForBALI dan elemen Bali Tolak Reklamasi lainnya tidak anti-dialog. Sikap kami dan elemen lainnya jelas, tapi undangan ini agendanya yang tidak jelas. Kami sejak awal menolak reklamasi bukan semata karena perspektif lingkungan, juga perspektif lainnya, termasuk yang paling penting perspektif keadilan. Kemenkopolhukham yang menginisiatifi pertemuan ini saja tidak memiliki perspektif keadilan, sehingga benar kata Gendo, yang diundang lebih banyak yang pro terhadap TWBI” ujar Karyadi kepada indeksberita.com saat diwawancarai Rabu malam (16/11/2016).

Alit Ambara, aktivis sekaligus penggiat seni, yang disain grafisnya banyak digunakan dalam berbagai media perjuangan ForBali, juga memperkuat keyakinan teman-teman lainnya, bahwa Kemenkopolhukham akan menjadi alat pemukul PT. TWBI untuk memukul mereka yang selama ini menolak reklamasi. Keyakinan itu muncul, karena selama ini pola-pola menggunakan aparat sudah biasa dilakukan oleh PT. TWBI, bahkan dengan cara-cara provokatif.

“Ya jelas itu, mereka mau menggunakan tangan Monkopolhulham. Di lapangan militer/polisi memback up TWBI. Dan sweeping oleh aparat sudah terjadi sejak lama. Mereka di lapangan cuma punya satu jalan, yaitu provokasi agar rusuh. Kita tetap bertahan tidak terpancing” ujar Alit.

Baik Gendo, Karyadi maupun Alit, berharap agar dalam menyelesaikan konflik yang terjadi diantara masyarakat Bali yang menolak reklamasi dengan TWBI, sebaiknya pemerintah jangan memposisikan diri sebagai alat TWBI, tapi harus mendengar suara masyarakat.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait