Selasa, 28 Maret 23
Beranda Featured Eva Sundari: Mendagri Harus Tuntaskan Penertiban Perda Bermasalah

Eva Sundari: Mendagri Harus Tuntaskan Penertiban Perda Bermasalah

0

“Tidak boleh ada double standard dalam penertiban perda-perda. Yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sama pentingnya dengan yang berkaitan dengan iklim investasi…”

Jakarta – Eva Sundari mengatakan, Pembatalan ribuan peraturan daerah (Perda) bermasalah oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merupakan hal yang wajar demi mewujudkan sistem perundangan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan bukan federalisme. Eva bahkan menyebut saatnya Kemendagri menertibkan semua jenis Perda yang tidak sesuai dengan UU No 12 Tahun 2011.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) menuturkan, setelah reformasi kita menghadapi ledakan perundangan dan peraturan daerah. Menurutnya, pembatalan puluhan UU oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan dibatalkannya ratusan perda sejak masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkonfirmasi carut marut tersebut.

Namun, Eva menggarisbawahi pentingnya penertiban perda yang tidak hanya yang terkait dengan iklim investasi tapi juga yang berkaitan dengan muatan diskriminasi terhadap kelompok masyarakat tertentu termasuk terhadap Perempuan. Terlebih, mengacu hasil penelitian Komisi Nasional Perempuan, Eva menyebut masih ada hampir 400 perda yang diskriminatif terhadap perempuan.

“Tidak boleh ada double standard dalam penertiban perda-perda. Yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sama pentingnya dengan yang berkaitan dengan iklim investasi, karena keduanya terkait erat dan saling mempengaruhi,” kata Eva kepada pers di Jakarta, Senin (20/6/2016).

Eva secara khusus bahkan menegaskan bahwa salah satu kegagalan Indonesia dalam memenuhi target Millenium Development Goals (MDGs) dan kelak kegagalan Sustainable Development Goals (SDGs) jika tidak ada perubahan perilaku adalah pemihakan terhadap perempuan.

“Semua skema pemberdayaan ekonomi sosial untuk perempuan akan sia-sia dan tidak berdampak pada pengentasan kemiskinan maupun pertumbuhan ekonomi jika hak seksual dan reproduksi perempuan tidak dipenuhi,” tegasnya.

Menurut anggota Kaukus Pancasila F-PDI Perjuangan itu, perenggutan hak seksual tersebut adalah hak perempuan atas tubuh mereka yang dalam perda-perda diskriminatif (berbasis agama tertentu) dibatasi sedemikian rupa. Mulai soal baju, batasan jam keluar rumah, hingga pengaturan perilaku (tdk boleh bonceng mekangkang, berperilaku mencurigakan di tepi jalan) hingga keamanan terhadap ancaman perkosaan.

“Pemerintah harus mengikuti metode penertiban UU oleh MK yaitu menggunakan nilai-nilai dasar  Pancasila bukan basis nilai-nilai lain termasuk dari agama tertentu. Ini karena Pancasila sudah ditetapkan di UU No. 12 Tahun 2011  Pasal 2 sebagai sumber segala sumber hukum di Indonesia,” pungkas Eva.