Sektor pertanian terbesar di Kalimantan Utara adalah Kelapa Sawit. Tak kurang dari 9 perusahaan pengolahan. Kelapa Sawit yang berinvestasi di Kalimantan Utara 7 diantaranya berada di Kabupaten Nunukan. Belum lagi lahan-lahan perkebunan kelapa sawit milik masyarakat yang masih dibudidayakan secara semi tradisional, menjadikan tanaman tersebut sebagai salah satu aset yang menjadi penopang perekonomian masyarakat perbatasan. Sehingga stabilitas harga TBS (Tandan Buah Segar), menjadi penting untuk dijaga.
Luasnya perkebunan, baik yang dikelola oleh masyarakat maupun pihak perusahaan terkait, dan melimpahnya hasil buah tatkala panen, ternyata tak berbanding lurus dengan kesejahteraan yang seharusnya dapat dinikmati oleh para petani sawit itu sendiri. Ketidak stabilan serta rendahnya harga TBS menjadi penyebabnya. Hal tersebut membuat para petani sawit kadang memilih jalan pintas dengan menjual hasil panen mereka ke Sabah-Malaysia secara ilegal.
Hal tersebut menjadi sorotan dan perhatian khusus dari Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Utara, Andi Zakariah. Disela-sela rapat Penetapan Harga TBS untuk Bulan April 2017 oleh Tim Penetapan Harga TBS di Fortune Hotel, Kamis (30/3), Andi menuturkan bahwa seharusnya para petani kelapa sawit di Kalimantan Utara dapat setara dalam kesejahteraan dengan para petani sawit di indonesia lainya khususnya di Sumatera.
“Kenapa kami sangat mendorong diberlakukanya harga TBS ini, karena harga buah sawit di Kaltara ini masih jauh dari standar harga nasional. Dan sektor pertanian terutama sawit ini mempunyai multi efek ekonomi yang sangat luas,” tuturnya.
Terkait ketidakstabilan dan rendahnya harga buah sawit dari petani, Andi meminta kepada pihak-pihak perusahaan pengolahan kelapa sawit yang ada di Kalimantan Utara untuk mematuhi harga pembelian yang sudah ditetapkan dalam harga TBS. Andi juga menghimbau kepada pemerintah agar tak segan memberikan sanksi kepada pihak perusahaan yang ditengarai masih membeli buah sawit dibawah harga TBS yang sudah ditetapkan.
“Berulang kali sudah saya katakan dan saya minta kepada investor pengolahan kelapa sawit yang ada di Kaltara ini. Jika benar-benar ingin terlibat dalam pembangunan Indonesia khususnya di Perbatasan ini, cukup dengan membeli harga buah sawit dari para petani sesuai harga TBS. Itu sudah sangat membantu dalam mengangkat perekonoian masyarakat,” paparnya.
Andi mengungkapkan bahwa perekonomian Kaltara seperti yang dirilis oleh Presiden Jokowi hanya sekitar 3,75% dibawah standarisasi nasional. Untuk itu menurutnya harus ada presure ekstra dari berbagai pihak untuk mengangkat perekonomian Kaltara, khususnya di sektor pertanian.
“Kita di DPRD juga akan mendorong Pemerintah agar memprioritaskan anggaran untuk pos perekonomian masyarakat khususnya perikanan, pertanian dan UMKM,” ujarnya
Kesalahan terbesar menurut Andi adalah, selama ini Pemerintah di 5 Kabupaten/Kota yang ada di Kaltara dalam mengalokasikan anggaran untuk sektor-sektor pertanian, perikanan dan UMKM terbilang sangat kecil, yakni hanya berkisar dibawah 1% dari APBD yang ada. Menurutnya apabila hal ini tak ada pembenahan, maka konsep dari salah satu Trisakti yakni Kemandirian Ekonomi di Perbatasan, hanya akan jadi slogan semata.