Jakarta – Rancangan Undang-undang tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sudah disahkan menjadi Undang-undang lewat Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa, 23 Februari 2016.
Anggota DPR RI Komisi V Moh Nizar Zahro menegaskan, bahwa ini merupakan sebuah prestasi DPR karena UU ini adalah inisiatif DPR dan kehadirannya sangat ditunggu terutama oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Tercantum dalam UU, ada beberapa syarat untuk bergabung dalam Tapera antara lain :
1. Minimal pemohon berumur 20 tahun, sudah menikah dan untuk warga negara asing yang memiliki visa minimal 6 bulan.
2. Memiliki penghasilan di bawah upah minimum dan di atas 60 tahun.
Badan Pengelola (BP) Tapera menjamin peserta untuk memiliki rumah. Badan ini tidak bisa dibubarkan dan atau dipailitkan.
“Dengan disahkannya RUU ini menjadi UU maka pemerintah saat ini memiliki payung hukum untuk mewajibkan warga negara untuk menabung sebagian dari penghasilannya yang akan dikelola badan pengelola Tapera untuk penyediaan rumah murah dan layak,” tegas Nizar di Jakarta, Rabu (24/2).
Untuk kalangan pekerja, sebagian tabungan itu ditangung perusahaan tempatnya bekerja.
“Iuran Tapera sebesar 3% berasal dari total upah yang diterima seorang pekerja. Dari 3% tersebut, sebagian ditanggung pengusaha atau perusahaan pemberi kerja, sementara sebagiannya lagi ditanggung pekerja itu sendiri,” paparnya.
Nizar menambahkan, besaran yang akan ditanggung pengusaha dan berapa yang harus ditanggung pekerja, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU ini.
Dia berharapa agar pemerintah melibatkan setiap stakeholder agar keputusan akhirnya nanti tidak merugikan salah satu pihak.
“Uang yang terhimpun dalam Tapera ini, akan dikelola sebuah lembaga yang dibentuk khusus untuk membiayai proyek-proyek pembangunan infrastruktur perumahan rumah murah bagi para pekerja dengan penghasilan yang cenderung rendah,” tambahnya.
Seperti yang kita ketahui, bahwa selama ini para pekerja kita kesulitan memiliki rumah karena harganya sangat mahal. Dengan adanya dana ini, negara punya anggaran yang cukup untuk melakukan pembangunan perumahan yang layak dan berbiaya murah.
Menurut data BPS jumlah masyarakat berpenghasilan rendah terus meningkat, sehingga kebutuhan perumahan bagi kalangan ini akan terus bertambah. Di sisi lain, anggaran negara untuk menyiapkan tempat tinggal kepada masyarakat miskin, terbatas.
Selama ini, anggaran pemerintah untuk kebutuhan ini hanya sebeaar Rp 5 triliun setiap tahunnya. Dengan uang sebanyak itu, negara hanya mampu menyiapkan kebutuhan rumah 300-500 unit per tahun. Sementara permintaan akan rumah tinggal mencapai satu juta unit/tahun.