BOGOR – Diamnya DPRD Kota Bogor saat aroma dugaan korupsi menyeruak dari kasus pembebasan lahan Jambu Dua hingga beragam ketimpangan kebijakan yang dibuat Pemerintah Kota(Pemkot) Bogor mulai mengundang kritik banyak kalangan. Kinerja anggota DPRD Kota Bogor yang belakangan ini diketahui lebih banyak sibuk kunjungan kerja ke luar kota, disebut-sebut sebagai penyebab tumpulnya fungsi kontrol.
“Saya kecewa dengan wakil rakyat Kota Bogor. Duduk, diam, tutup mata. Itu yang jadi ciri mereka saat ini. Sepertinya karena terlalu sering disibukan dengan kunjungan kerja ke luar kota membuat peran kontrol anggota dewan ini jadi tumpul,” tandas ketua HMI Bogor Raya, Fahreza Anwar kepada indeksberita.com saat gelar buka puasa di salah satu rumah makan, Tajur, Kota Bogor, Senin (13/6/2016).
Secara lugas ia mengkritik, anggota DPRD Kota Bogor saat ini sengaja melakukan pembiaran dan tidak bernyali mengkritisi banyak persoalan yang terjadi di Kota Bogor belakangan ini.
“Selama persoalan kasus Jambu dua naik ke permukaan, tidak ada dewan yang bersuara keras. Tidak hanya soal Jambu Dua. Seringnya Bima Arya pergi ke luar negeri yang diduga menggunakan dana APBD juga seperti diangap hal lumrah. Padahal, terhitung dari tahun sebelumnya dan sudah berulang kali Bima Arya ke luar negeri, masih belum terasa apa yang jadi manfaatnya untuk Kota Bogor,” cetusnya.
Kritik keras juga dilontarkan aktivis Front Pemuda Penegak Hak Rakyat (FPPHR), Dedi Kurniawan. Aktivis 98 yang kerap disapa Kodir ini mengaku prihatin dengan sikap seragamnya DPRD Kota Bogor yang lebih banyak tutup mata dan tutup mulut dengan perkembangan dinamika yang terjadi belakangan ini.
“Agak aneh buat saya, Komisi C dan A DPRD Kota Bogor tidak tahu kalau Walikota Bogor Bima Arya meresmikan bangunan mal di tepi Sungai Cibalok, Harjasari, Kecamatan Bogor Selatan. Jika sudah tahu apa yang dilakukan Bima Arya tidak benar, mestinya evaluasi BPPTM hingga Walikota yang memberikan IMB. Selain itu, kenapa ada yang diduga bangunan bermasalah dan melanggar sempadan sungai sejak dulu tidak pernah disidak oleh dewan?,” sentilnya.
Tidak hanya bangunan Ramayana Mal di tepi Sungai Cibalok dan ditengarai melanggar garis sempadan sungai serta tata ruang dan wilayah yang disoal. Alih fungsi bangunan eks gedung Pangrango Plasa yang rencananya akan menjadi Rumah Sakit Siloam dibawah manajemen Lippo Group di Jalan Pajajaran disebutnya juga sebagai bentuk penyalahgunaan IMB.
Aktivis FPPHR ini mengaku prihatin dengan DPRD Kota Bogor yang dinilainya abai mengkritisi kinerja pemkot dan malah menikmati rutinitas kegiatan ke luar kota, dibanding mengurus rakyat dan Kota Bogor.
“Kalau dari waktu ke waktu, kesibukan dewan cuma kunjungan kerja terus, dilanjutkan dalih bimbingan teknik, kemudian studi banding, lalu kapan para wakil rakyat ini mau pikirkan rakyatnya? Jika tidak mampu jadi dewan yeng mengemban peran kontrol, menurut saya sebaiknya mundur saja!,” pungkasnya. (eko)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.