Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir yang hilang dari arsip Sekretariat Negara, terutama karena TPF dibentuk dan bekerja untuk SBY. Demikian menurut Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos.
Ditambahkannya, selama 10 tahun memimpin SBY memiliki kewajiban hukum dan moral untuk menindaklanjuti rekomendasi laporan akhir TPF, tetapi tidak melakukan apapun dan bahkan tidak merawat laporan tersebut.
“SBY tidak bisa diam membisu atas putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang memerintahkan Kemensesneg membuka dokumen TPF,” katanya dalam keterangan pers di Jakarta Senin (17/10).
Sekalipun perintah KIP itu ditujukan pada Sekretariat Negara sebagai institusi, SBY menurutnya secara moral tetap memiliki kewajiban untuk menjelaskan keberadaan dokumen itu kepada publik.
“Setidaknya, karena selama 10 tahun SBY telah gagal menuntaskan kasus yg disebutnya sendiri sebagai the test of our history,” tukasnya.
Seharusnya, SBY memastikan rezim baru di bawah kepemimpinan Jokowi memiliki akses atas laporan kerja TPF sehingga Jokowi bisa menuntaskannya.
“Sebagaimana mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra sampaikan, bahwa SBY sama sekali tidak memberikan mandat apapun kepada Yusril atas laporan akhir TPF, dengan demikian, hanya pada SBY kita bisa memperoleh penjelasan dimana dokumen tersebut berada,” pungkasnya.