Rabu, 27 September 23

Dirjen Peternakan Imbau Pelaku Usaha Lakukan Pendataan Tingkat Populasi Sapi dan Kerbau

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menghimbau agar para pelaku usaha dan peternak melakukan pencatatan (recording) dan kegiatan evaluasi dengan baik. Ini penting guna untuk mengetahui peningkatan populasi sapi dan kerbau secara nasional.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita menyatakan, pencatatan (recording) dan kegiatan evaluasi yang baik pada sub sektor peternakan memegang peranan penting, terutama untuk mengetahui populasi sapi dan kerbau di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan pada acara Simposium Nasional Peternakan 2017 dengan tema “Peran Strategis Sapi dan Kerbau Menuju Tercapainya Visi Kedaulatan Pangan”yang diselenggarakan dalam rangka Lustrum dan Dies Natalis Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Kamis (16/2). Kegiatan ini dihadiri para pakar dan praktisi peternakan.

Ketut menjelaskan profil peternak sapi dan kerbau di Indonesia merujuk pada data hasil Sensus Pertanian 2013, dimana terdapat sebanyak 5.114.921 rumah tangga pemelihara sapi potong dengan jumlah ternak yang dipelihara sebanyak 12.417.202 ekor.

“Dengan kata lain, rata-rata setiap rumah tangga hanya memelihara 2-3 ekor saja. Jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan sapi potong sebanyak 142 perusahaan yang memelihara 203.729 ekor, atau rata-rata per perusahaan memelihara 1.435 ekor” ungkapnya.

“Kondisi yang sama juga terjadi pada sapi perah dan kerbau di Indonesia”, pinta Ketut.

Lebih lanjut Ketut menururkan pemerintah saat ini berkeinginan untuk mendorong industri peternakan sapi dan kerbau lebih ke arah hulu, yaitu ke arah perbibitan dan pengembangbiakan.

“Untuk itu pemerintah akan memperkuat aspek perbenihan dan perbibitan melalui keberadaan Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari dan Balai Inseminasi Buatan Lembang, serta delapan Balai Perbibitan ternak untuk menghasilkan benih dan bibit unggul berkualitas,” lanjutnya.

Dalam rangka percepatan peningkatan populasi Sapi, pemerintah melakukan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) pada tahun 2017 dengan target 4 juta ekor akseptor dan 3 juta ekor sapi bunting. Sesuai dengan Permentan Nomor 48 Tahun 2016, perbaikan sistem manajemen reproduksi pada UPSUS SIWAB dilakukan melalui pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi, pelayanan IB dan kawin alam, pemenuhan semen beku dan N2 cair, pengendalian betina produktif dan pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat.

“Upaya lain yang dilakukan pemerintah dalam rangka percepatan peningkatan populasi sapi adalah melalui implementasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2016 Tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar Ke Dalam Wilayah Negara Republik,” ujar Ketut.

Menurut Ketut, dalam regulasi tersebut, diwajibkan importir sapi bakalan untuk juga memasukkan sapi indukan dengan rasio 20 persen bagi pelaku usaha dan 10 persen bagi Koperasi Peternak dan Kelompok Peternak. Tantangan pengembangan sapi dan kerbau di Indonesia salah satunya adalah persoalan kelembagaan dan skala usaha peternak.

“Oleh karena itu, pemerintah merancang berbagai program dan kebijakan dalam rangka penguatan skala ekonomi dan kelembagaan peternak,” imbuh Ketut.

Ketut menyebutkan berbagai upaya untuk penguatan ekonominsan kelembagaan tersebut yakni dengan menggeser pola pemeliharaan sapi perorangan ke arah kelompok dengan pola perkandangan koloni, sehingga memenuhi skala ekonomi.

Kedua, pengembangan pola integrasi ternak tanaman, misalnya integrasi sapi-sawit. Ketiga, pengembangan padang penggembalaan melalui optimalisasi lahan ex- tambang dan kawasan padang penggembalaan di Indonesia Timur.

“Keempat pemerintah saat ini telah menyiapkan Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS),” sebutnya.

Ketut menegaskan pemerintah pun telah, sedang dan akan terus melakukan perbaikan sistem logistik dan supply chain untuk komoditas sapi dan daging sapi melalui langkah-langkah kongket. Pertaman, Pengadaan dan operasionalisasi kapal ternak yang didesain memenuhi standar animal welfare.

“Dengan adanya kapal ternak ini diharapkan akan  merubah struktur pasar, meningkatkan harga di peternak dan penurunan harga daging di konsumen. Saat ini sedang disiapkan tambahan kapal sebanyak 5 unit, dan diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2018,” jelasnya.

Kedua, pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) modern. Ini dilakukan di sentra-sentra produksi.

“Ketiga, pemerintah melakukan perbaikan tata laksana dan pengawasan impor yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat,” pungkas Ketut.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait