Sebagai wialayah yang berbatasan langsung dengan negara lain (Malaysia), Kabupaten Nunukan menurut Sekretaris Dinas Perdagangan Kabupaten Nunukan Hasan Basri, memiliki tantangan sekaligus tugas berat tersendiri. Selain persoalan batas negara (oustanding boundary prolem) di Sebatik dan Lumbis Ogong, wilayah perbatasan juga memiliki persoalan lainnya.
Hasan Basri kemudian menjelaskan, bahwa wilayah perbatasan juga menjadi pintu masuk Narkoba, dan ekspansi produk-produk Malaysia secara illegal yang membuat ketergantungan masyarakat Nunukan terhadap barang-barang dari negeri Jiran tersebut. Menurutnya, hingga kini persoalan tersebut tak kunjung usai, dan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerinta daerah dan pusat.
“Itu butuh kebijakan solutif mengingat sudah sekian lama keluar dan masuknya barang dari dan ke Malaysia itu sudah terjadi. Namun ekspansi dari Malaysia itu bukan hal yang susah sepanjang semua pihak mempunyai komitmen,” ujar Hasan Basri kepada Pewarta, Sabtu (24/11).
Menurut Hasan, pelan tapi pasti Pemkab Nunukan bersinergi dengan stakeholder di Kabupaten Nunukan akan memutus rantai ketergantungan terhadap Malaysia tersebut. Hasan tak membantah bahwa sebagai negara terbuka pada pasar, masyarakat mengkonsumi produk luar negeri itu sah-sah saja. Namun menurut Pria yang juga intelektual muda Nahdlatul Ulama tersebut menegaskan, jangan sampai kecenderungan dari mengkonsumsi barang dari negara lain membuat tipisnya kecintaan pada produk negeri sendiri.
Dan untuk memangkas ketergantungan terhadap produk-produk Malaysia tersebut, lanjut Hasan, tidak hanya sekedar retorika atau ajakan namun yang lebih pasti pada tindakan. Salah satunya menurut Hasan, Pemkab Nunukan pada bulan Desember mendatang akan memfasilitasi terciptanya kemudahan untuk masyarakat Nunukan dalam mengkonsumsi produk negeri sendiri melalui program Rumah Pangan Kita.
“Insha Allah, bulan Desember kita akan usahakan Rumah Pangan Kita sebanyak 100 unit dapat berdiri ditiap titik tertentu di Pulau Nunukan. Setelah ini berjalan, kedepan kita kan tingkatkan di Sebatik dan Lumbis Ogong,” paparnya.
Hasan berharap, melalui berdirinya Rumah Pangan Kita yang bekerjasama dengan Bilog tersebut, secara perlahan penggunaan produk Malaysia akan berkurang dan pada ahirnya yang beredar di Nunukan hanya produk dari dalam negeri. Karena menurutnya, permasalahan sebenarnya bukan terletak pada masyarakatnya sebagai konsumen melainkan kesiapan dari produsen itu sendiri.
Adapun barang yang nanti akan diperdangangkan di Rumah Pangan Kita, papar Hasan adalah barang-barang pokok makanan yang harganya juga sudah pasti akan disesuaikan dan lebih murah dibanding sembako dari Malaysia. Ia meyakini bahwa nantinya anemo masyarakat terhadap Rumah Pangan Kita akan tinggi.
“Lihat saja minyak makan, selama kita di Nunukan memakai minyak dari Malaysia. Tapi setelah ada suplay minyak dari Jawa, masyarakat mulai beralih mengkomsumsi minyak produk kita sendiri. Untuk itu saya tegaskan, jangan sekali-kali ragukan nasionalisme masyarakat Nunukan. Toh kalau ada yang menipis, itu hanya segelintir orang menjadikan wikayah perbatasan sebagai momentum dari kesempatan bisnis illegalnya,” tandas senior dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) tersebut.
Tanpa tedeng aling aling Hasan menyebut adanya praktik peredaran barang secara ilegal dari Malaysia. Ia mencontohkan gas elpiji yang selama ini dipakai oleh masyatakat Nunukan berasal dari Malaysia. Hal tersebut menurutnya karena kurangnya suplay dari Jawa sehinga menjadi celah bagi beberapa orang untuk memasukan barang dari Malaysia secara illegal.
Menurutnya, saat ini sedikitnya ada 30.000 tabung gas elpiji dari Malaysia yang dipakai masyarakat Nunukan. Untuk menghentikan penggunaan elpiji dari Jiran tersebut menurutnya sangat mudah sepanjang Pemerintah Pusat berani melakukan terobosan. Karena pada awalnya dalam mendapatkan tabung elpiji tersebut dengan cara membeli, maka untuk memangkasnya sudah pasti harus ada kebijakan yang manusiawi.
Sebagaimana dikerahui, masyarakat Nunukan membeli tabung elpiji dari Malayasia tersebut sekitar Rp 480 ribu. Sehingga untuk mengganti dengan tabung elpiji dari dalam negeri dibutuhkan sekitar 15 miliar rupiah. Apabila ada kebijakan Pemerintah untuk memberikan secara gratis kepada masyarakat sebagai pengganti tabung yang selama ini mereka pakai, Hasan meyakini bahwa masuknya elpiji dari Malaysia akan berhenti.
“Ada saat-saat tertentu dan untuk permasalahan tertentu kita kita memang harus melakukan terobosan yang revolusioner. Contoh untuk persoalan ekspansi elpiji dari Malaysia, cukup kita anggarkan 15 miliar rupiah untuk mengganti tabung elpiji yang saat ini dipakai masyakat, tabung elpiji lama kita ambil, maka saat itu juga otomatis tidak akan ada lagi masyarakat yang memakai elpiji dari Malaysia. Dan inilah salah satu konsep Trisakti yakni berdaulat dalam ekonomi,” pungkas Hasan
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.