NUNUKAN – Persoalan tapal batas antara Indonesia dengan negara tetangga terutama dengan Malaysia hingga saat ini tak kunjung usai. Bahkan sampai saat ini masih ada 10 titik wilayah yang masih berstatus OBP (outstanding boundary problem) yakni wilayah yang masih dalam pembahasan mengenai tapal batasnya.
Dari semua OBP tersebut, wilayah yang saat ini menjadi perhatian salah satunya adalah OBP yang berada di Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. OBP atau wilayah yang diperselisihkan antara RI-Malaysia di Sei Sumantipal berkisar 54.000 hektar, sedangkan di Sei Sinapad berkisar 4.800 hektar. Belum lagi OBP yang berada diantara Patok B 2700 hingga Patok B 3100 diperkirakan mencapai 90.000 hektar lebih.
Deputi Sistem National – Dewan Ketahanan Nasional, Mayjend TNI Aris Martono Hariyadi menuturkan bahwa persoalan batas negara terutama di Lumbis Ogong sedang ditangani secara serius oleh sebuah Tim Perundingan dan tentunya memakan waktu yang bukan sebentar karena masing-masing delegasi tentu saling mempertahankan data otentik masing-masing.
“Dari 10 titik wilayah OBP, memang Lumbis Ogong ini adalah yang paling viral karena memang wilayang yang dipersengketakan garis batasnya sangat luas. Untuk sementara ini memang garis batas masih dalam posisi yang ada sekarang,namun kita takutkan akan ada kebijakan yang merugikan salah satu pihak terutama pihak kita,” ujarnya saat mengunjungi Wilayah Calon Pemekaran DOB Kabudaya Perbatasan, Kamis (16/3/2017).
Aris juga sangat mengapresiasi yang telah dilakukan oleh Dewan atau Lembaga Adat Dayak Agabag dari Indonesia dengan Lembaga Adat Murut dari Malaysia yang sudah berinisiatif mengadakan jalinan perundingan secara Adat sebagai bentuk dukungan agar penyelesaian masalah Tapal Batas antar negara tak merugikan salah satu pihak.
“Saudara kita dari Rumpun Murut di Malaysia justru mendukung terciptanya kesejahteraan saudara serumpun di Indonesia dan mendukung posisi garis batas yang sekarang, itu sebuah hal bagus yang wajib kita apresiasi,” tutur Aris.
Disinggung apakah dengan hal tersebut Lembaga Adat berpeluang turut serta dalam delegasi perundingan, Aris menegaskan bahwa apabila Malaysia mengikut sertakan Lembaga Adat sebagai delegasi, Indonesia tentu harus menyertakan pula Lembaga Adat terkait sebagai perimbangan.
“Apabila kabar itu benar bahwa Malaysia akan menyertakan Lembaga Adat terkait dalam perundingan, kita juga akan sertakan lembaga Adat kita sebagai perimbangan, ” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama Aris Martono menyampaikan rasa bangganya terhadap masyarakat perbatasan khususnya yang berada di wilayah OBP. Menurutnya, dengan intervensi iming-iming atau rangsangan pembangunan yang sedemikian pesat di wilayah Malaysia, masyarakat perbatasan tetap setia dalam bingkai NKRI itu adalah hal yang sangat luar biasa.
“Jujur, saya pribadi sangat merinding dengan gema nasionalisme yang disuarakan saat saya menginjakan kaki ditempat ini. Sungguh sebuah suasana yang sangat menggetarkan hati dan menyulut patriotisme. Kita sangat berharap, patriotisme saudara-saudara di perbatasan ini akan berbanding lurus dengan kebijakan-kebijakan pemerintah agar kesejahteraan menjadi keniscayaan buat masyarakat di Perbatasan ini,” paparnya.
Terkait kewarganegaraan ganda di Lumbis Ogong yang ahir-ahir ini menjadi isu nasional, Aris meminta agar semua pihak dapat meredam emosional masyarakat agar tidak lagi membuat IC (identity card) Malaysia. Dirinya meminta agar masyarakat tidak lagi membuat IC Malaysia tersebut apalagi menyertakan keluarganya dalam pembuatanya.
“Saya harap masyarakat untuk dapat memberhentikan diri dalam pembuatan IC tersebut. Jika yang sudah punya, biarlah sampai disini saja,jangan digunakan lagi. Dan jika masyarakat Lumbis Ogong membuat IC tersebut karena hanya untuk mendapat bantuan atau kemudahan pelayanan lainyabdi Malaysia, maka ini adalah tantangan Pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat agar ketergantunga pada Malaysia berhenti,” pungkas Aris.