Desakan Agar Pemerintah Segera Terbitkan PP Desertada – Petada Menggema di Medsos

0
256
Koordinator /Presidium beberapa Calon DOB saat menggelar aksi di Gedung DPR MPR RI Jakarta Senin (24/9/2018), menuntut diterbitkannya PP Desertada. (Edy Santry)

Seruan agar Pemerintah secepatnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Desain Besar Penataan Daerah (DESERTADA) dan Penataan Daerah (PETADA) menyangkut Pemekaran Daerah Otonomi Baru, terus bergema. Seruan agar dikeluarkannya PPĀ DESERTADA datang dari Forum Nasional Percepatan DOB seluruh Indonesia.

Setelah sebelumnya 71 dari 173 Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) menggelar pertemuan dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, kini desakan dari masyarakat yang wilayahnya berharap dimekarkan secara serempak mengunggah postingan di akun-akun media sosial mereka dengan caption berbunyi :

“PAK JOKOWI MOHON SEGERA TERBITKAN PP DESARTADA DAN DETADA SEBAGAI TURUNAN UU23/2014, SUDAH LEWAT 2 TAHUN PP TAK KUNJUNG TERBIT”.

Tak sedikit Netizen yang bertanya-tanya tentang PP Detada-Desertada yang menjadi viral tersebut. Kepada Pewarta, salah seorang inisiator Forkornas DOB Lumbis Pangkayungon mengungkapkan bawa PP itu memuat mekanisme dan persyaratan baru yang harus dilengkapi oleh pengusul DOB.

Lumbis juga menjelaskan bahwa PP tersebut juga sebagai acuan dasar pemerintah untuk mendesain penataan daerah dan sebagai dasar perhitungan standar daerah mana yang boleh atau tidak berdasarkan undang-undang 23/2014 sebagai pengganti PP 78 Undang-undang 32/2004.

“PP inilah harusnya dasar pemerintah melakukan penghitungan keuangan Negara, apakah calon-calon DPB tersebut membebani keuangan negara atau tidak,” papar Lumbis , Rabu (26/9/2018).

Penerbitan PP Detada-Desertada itu menurut Lumbis sangat penting,mengingat dalam Rapat Paripurna hasil harmonisasi DPR RI dan DPD bersama Kementerian Dalam Negeri sudah final. Dalam RPP itu lanjut Lumbis, disebutkan bahwa Pembentukan Daerah Otonomi Baru secara reguler tidak serta merta langsung diputuskan Pemerintah Pusat, tetapi melalui Pemerintah Persiapan dan Pemerintah Daerah (induk) sebagai penanggung jawab.

Dari sekian usulan Calon Daerah Otonomi Baru, papar Lumbis, hanya ada 22 CDOB yang menjadi tanggung jawab langsung Pemerintah Pusat yakni DOB dengan status Kawasan Strategis Nasional. Itupun menurutnya, apabila dalam kurun waktu 5 tahun Pemerintahan Persiapan tak mampu menjalankan fungsinya, maka CDOB tersebut akan dikembalikan lagi statusnya sebagai bagian dari Pemerintahan Daerah atau induk.

Sehingga menurutnya, sangat tidak tepat jika ada pihak yang saat ini masih mempunyai mind set bahwa Pemekaran hanya akan membenani fiskal negara. Karena, ungkap Lumbis, selama dalam kurun waktu Pemerintahan Persiapan yakni 3 tahun untuk CDOB Reguler dan 5 tahun untuk CDOB KSN, Pemerintah Daerah (induk) mendistribusikan angarannya kepada calon DOB yang dimaksud secara adil.

“Namun setahu kami, RPP tersebut hingga saat ini masih ditahan oleh Wakil Presiden sebagai Kepala Dewan Pertimbangan Daerah Otonomi (DPOD), dengan alasan moratorium. Padahal itu tidak berkaitan. Silahkan lanjutkan moratorium tetapi PP harus terbit karena sebagai dasar pengusulan sesuai dengan UU baru,” tandas pria yang juga sebagai salah satu Petinggi di Dewan Adat Dayak tersebut.

Ketika disinggung apakah langkah Forkornas CDOB se-Indonesia akan menjadi tawaran politik menjelang Pilpres, Lumbis dengan tegas membantah anggapan itu. Menurutnya, walau sedikitnya ada 48 juta Pemilih dari seluruh CDOB, tetapi gerakan dan perjuangan mereka murni karena aspirasi masyarakat yang menginginkan pendeknya rentang kendali dan mendekatnya pelayanan publik.

“Contohnya kami dari Calon DOB (CDOB) Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan yang menginginkan mekar sejak tahu 2012. Atau CDOB Krayan, Sebatik dan daerah perbatasan lain, yang pengusulannya sudah jauh-jauh hari. Karena kami ingin agar masyarakat perbatasan benar-benar merasakan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.