Korban tewas akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng), tercatat mencapai 384 orang. Namun angka korban tersebut baru didapat di Palu, sementara jumlah korban dari Donggala, yang menjadi pusat gempa, masih belum diketahui. Hal ini disbabkan karena Donggala masih belum bisa diakses, bahkan komunikasi masih belum bisa terhubung.
Warga Kota Palu Awir Muzi saat dihubungi mengabarkan, semua jalur masih tertutup kecuali dari arah Napu Poso. Jalur Kebun Kopi Pantai Timur masih dalam kondisi tertutup untuk menuju ke Palu.
“Kebetulan ini saya sedang berada di Gorontalo, sepuluh hari yang lalu. Saya mendapat kabar dari Abdi, teman Walhi Sulteng yang kebetulan berada di Jakarta, lewat Grup WA Kota Palu mengabarkan, kondisi Palu cukup parah, “ kata Awir, Sabtu (29/9/2018).
Masih kata Awir, semua provider masih susah untuk dihubungi, jadi belum bisa memberikan informasi detil. Hanya mengutip informasi dari Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) Gorontalo, korban meninggal sudah mencapai 384 jiwa, 29 orang hilang, 540 orang terluka.
Napu merupakan kawasan di Kecamatan Lore Utara dan Lore Peore Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Masuk kawasan Taman Nasional Lore Lindu, berjarak sekitar 105 kilometer dari Kota Palu.
Sementara itu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), melalui juru bicaranya Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan, sejauh ini 29 orang lain hilang dan 540 orang terluka.
“Para korban itu sebagian karena tsunami, sebagian karena gempa sebelumnya yang mengakibatkan tsunami itu. Misalnya saat gempa itu tertimpa reruntuhan,” papar Sutopo, saat jumpa pers di Jakarta.
Menurut Sutopo data korban tersebut baru di Palu, belum kerusakan lainnya di Donggala. “Di Donggla masih belum terdata karena komunikasi terputus sama sekali dan daerah itu belum bisa dijangkau,” lanjut Sutopo.
Masih dalam penjelasan Sutopo, jika mengacu pada kekuatan gempa bumi, maka yang di Donggala kerusakannya bisa jauh lebih parah. Namun korban jiwa belum tentu, karena sebaran penduduknya berbeda.
“Sejauh ini, kerusakan di Palu memang tergolong parah. Berbagai gedung hancur rata dengan tanah. Itu karena kekuatan tsunami sangat dahsyat, “ terang Sutopo.
Menurut hitungan, masih jelas Sutopo, tsunami yang terjadi di perairan laut Palu kecepatan air mencapi 400 km per jam. Sehingga yang terjadi ketika menghantam daratan, gelombang air sangat tinggi dan kuat. Tentu saja membawa daya kerusakan tinggi. Dan menghancurkan infrastrukur yang ada.
Sementara Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengatakan, timnya baru akan tiba di Palu sekitar pukul 14:00.
“Lalu kami akan melakukan assessment terhadap kerusakan dan korban,” kata Willem kepada wartawan.
Baru setelah tiba di lokasi bencana, tim BNPB baru akan mengetahui jumlah korban dan kerusakan.
“Yang jelas, prioritasnya adalah penyelamatan dan pencarian korban. Karena kemungkinan banyak korban tertimpa bangunan akibat gempa, atau terdampak tsunami,” ungkap Willem.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.