Selasa, 21 Maret 23

Daru Setyo Rini: Rekayasa Ekohidrolika Perkuatan Tebing untuk Pulihkan Kualitas Habitat Litoral Sungai

Perjalanan Kota Surabaya tidak dapat dilepaskan dari aliran dan arus sungai Surabaya yang membelah ibu kota Provinsi Jawa Timur. Sekitar 40 kilometer panjang sungai yang berhulu di dataran tinggi di selatan kota itu merupakan sumber segalanya bagi warganya, selama berabad-abad. Mulai berfungsi sebagai jalan raya, sumber air minum, pelimbahan, hingga bahkan air suci. Bahkan sejarah mencatat, kejayaan Mojopahit tidak terlepas dari arus, aliran dan bisik aliran Kali Surabaya. Indeksberita.com mewawancari Dr. Daru Setyo Rini, ST., S.Si., M.Si., perempuan aktivis dan peneliti sungai dan lingkungan,  yang baru saja menyelesaikan disertasinya mengenai Kali Surabaya di Univesitas Brawijaya Malang. Berikut wawancaranya:

Sejak kapan Anda mulai peduli lingkungan, terutama sungai. Kenapa Anda begitu peduli dan serius?

Sejak kecil saya termasuk perempuan dibilang tomboi dan saya suka bermain di alam bebas, seperti menangkap capung di pinggir selokan, menyeser ikan di selokan, memanjat pohon dan berenang di sungai dan pantai. Kesenangan ini yang mungkin membuat saya peduli dan serius mengamati alam dan sedih saat melihat alam ini dirusak orang yang tidak bertanggung jawab.

Kepedulan terhadap lingkungan itu, kemudian Anda memilih kuliah di Fakultas MIPA Unair setelah lulus sekolah lanjutan kala itu?

Saat SMA saya memilih masuk jurusan A2 Biologi karena saya tertarik untuk mempelajari lebih lanjut soal makhluk hidup, dan saat SMA saya bercita-cita menjadi dokter. Namun ketika ujian masuk perguruan tinggi, pilihan saya di Kedokteran tidak lolos dan saya diterima di pilihan kedua Jurusan Biologi UNAIR.

Saya menikmati masa perkuliahan di Biologi karena sesuai dengan kesenangan saya mengamati morfologi tanaman dan hewan, mempelajari anatomi dan fisiologinya serta menjelalahi hutan dan alam liar di taman nasional saat menjalani kegiatan praktikum lapangan.

Daru

Anda selalu terlihat resah, ketika melihat lingkungan tercemar. Padahal pemerintah sendiri, kalau boleh dibilang abai dalam hal penanganan lingkungan. Kenapa demikian? 

Saat saya mengetahui ada peristiwa pencemaran di suatu tempat, saya merasa hal itu tidak seharusnya terjadi, karena kita memiliki peraturan dan pemerintah bertugas menegakkan peraturan tersebut. Pencemaran terjadi karena banyak pihak yang abai dan tidak merasa memiliki lingkungan yang dicemari sehingga tidak merasa bertanggung jawab untuk memelihara kelestarian dan mencegah kerusakan lingkungan.

UU 32/2009 telah mengatur bahwa setiap orang berkewajiban untuk berpartisipasi menjaga lingkungan dari kerusakan dan pemerintah wajib melakukan pengawasan pada kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan. UU itu bahkan mengancam menerapkan sanksi pidana pada pejabat pemerintah yang tidak melakukan pengawasan lingkungan, juga sanksi pidana denda dan kurungan kepada setiap orang atau perusahaan yang melakukan perusakan dan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan terjadi  karena pemilik industri, masyarakat dan pemerintah lebih mementingkan keuntungan ekonomi jangka pendek sehingga tidak memprioritaskan pencegahan lingkungan untuk menghindari kerugian jangka panjang yang sangat besar akibat rusaknya lingkungan, hilangnya sumber pencaharian masyarakat, dan menurunnya produktivitas karena gangguan kesehatan.

Sebagai negara berkembang kita lebih mengutamakan peningkatan pendapatan ekonomi dengan mengeksploitasi alam dengan brutal. Padahal seharusnya eksploitasi alam dapat dikendalikan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan, agar menghasilkan pemerataan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh masyarakat dan tidak mengurangi akses anak cucu kita untuk ikut memanfaatkan sumber daya alam yang kita miliki di masa yang akan datang.

Bagimana sih, sebenarnya regulasi pemerintah. Terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Lingkungan Hidup selama ini dalam menangani sungai?

Sering terjadi kebingunan dalam implementasi pembagian kewenangan pengelolaan antar instansi pemerintah dan antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten. Masing-masing instansi memiliki program kerja yang sektoral dan tidak sinkron bahkan kontradiktif antar instansi. Pengelolaan sungai terpadu dengan slogan one river, one plan, one management belum diterapkan dengan optimal. Bahkan batas wilayah sungai pun tidak sesuai dengan kondisi lapangan, karena penentuan batas wilayah kerja pemerintah belum mengacu pada batas wilayah ekologis daerah aliran sungai dari hulu sampai muara sungainya.

Wilayah Sungai Brantas misalnya, sebagai sungai strategis nasional kewenangan pengelolaan WS Brantas dipegang Kementerian PUPR melalui BBWS Brantas. Wilayah Kabupaten Gresik tidak termasuk dalam peta wilayah Sungai Brantas, padahal terdapat 22 km aliran Kali Surabaya di Brantas bagian hilir melewati kawasan industri di Kecamatan Wringinanom dan Kecamatan Driyorejo Gresik yang menyumbangkan limbah industri dan limbah domestik dalam jumlah yang cukup besar.

Koordinasi antar instansi pengelola daerah aliran sungai perlu ditingkatkan, terutama antara instansi pembangunan infrastruktur dan perekenomian (BBWS Brantas, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Pariwisata), dengan instansi pengendalian pencemaran dan kerusakan daerah aliran sungai (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dinas Lingkungan Hidup serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Keduanya berada di bawah koordinator Bappenas di tingkat nasional, dan Bappeda di tingkat propinsi dan kabupaten.

Semua instansi yang terkait dengan pembangunan dan pengendalian kerusakan sungai perlu duduk bersama untuk melakukan penilaian kondisi status kesehatan sungai saat ini dan merumuskan bersama visi pengelolaan wilayah sungai dan pemulihan kerusakan sungai dengan membuka ruang partisipasi bagi masyarakat untuk mengakomodasi aspirasi dan kepentingan masyarakat lokal. Hal ini sangat penting dilakukan agar kita bisa membuat lompatan katak menuju pengelolaan wilayah sungai terpadu (integrated), efektif, efisien dan mampu berjalan mandiri (self sustain), memberikan beragam manfaat secara optimal dan berkeadilan antara wilayah hulu dan hilir.

Disertasi Anda Aplikasi Model Rekayasa Ekohidrolika Perkuatan Tebing Sungai untuk Memulihkan Kualitas Habitat Litoral Kali Surabaya. Coba bisa diceritakan, kenapa memilih judul seperti ini?

Pemilihan topik penelitian ini dipicu oleh pertemuan saya dengan nelayan jala tebar di Kali Brantas tahun 2009 yang mengeluhkan berkurangnya hasil tangkapan ikan dibandingkan 10 tahun lalu. Hal lainnya, masih ditemukan species ikan Papar (Notopterus notopterus), jenis ikan langka yang dilindungi. Hal tersebut menjadi dasar lembaga ECOTON, tempat saya beraktivitas, mengusulkan Gubernur Jawa Timur untuk menetapkan kawasan lindung suaka ikan Kali Surabaya demi menyelamatkan habitat alami riparian yang masih tersisa di Kali Surabaya segmen Mlirip Mojokerto sampai Legundi Gresik.

Selain karena pencemaran air, penurunan populasi ikan juga disebabkan oleh kerusakan habitat litoral pasang surut, hilangnya gisik atau pantai pasir tepi sungai, hilangnya kedung atau genangan air di tepi sungai saat musim hujan, karena sempadan sungai telah berubah menjadi bangunan permukiman dan industri.

PAlih fungsi lahan sempadan sungai alami menjadi lahan pertanian semusim, betonisasi dan pelurusan sungai dan pembangunan permukiman tepi sungai berkontribusi pada peningkatan kecepatan arus ke wilayah hilir sungai sehingga dapat meningkatkan erosi tebing sungai. Akibatnya terjadi penumpukan sedimen halus yang menyebabkan air menjadi keruh dan dapat mengganggu perkembangbiakan ikan.

Penangan erosi tebing sungai biasanya dilakukan dengan membuat tembok beton atau turap yang menghilangkan habitat litoral pasang surut yang sangat penting untuk tempat berlindung dari arus yang deras saat debit air tinggi dan menyediakan tempat bertelur bagi ikan.

Penangan erosi tebing sungai di Kawasan Suaka Ikan Kali Surabaya membutuhkan pendekatan yang berbeda sehingga dapat mengurangi erosi tebing sungai sekaligus menyediakan habitat bagi ikan untuk berkembang biak. Maka saya mengembangkan model perkuatan tebing EcoRiprap untuk meningkatkan stabilitas tebing sungai yang dipasang di 2 lokasi di Wringinanom Gresik, masing-masing dengan panjang 100 meter.

Perkuatan tebing EcoRiprap terdiri dari 4 tahap pekerjaan yaitu perkuatan dasar kaki tebing dengan batu kali tanpa semen atau riprap, pemasangan tonjolan segitiga kayu atau groyne setiap jarak 10 meter, pelandaian kemiringan tebing dan penanaman semak dan pohon alami sempadan sungai antara lain semak beluntas, kerangkong, gelagah dan pohon loa, gempol, bambu, waru, beringin, gempol, salam, sukun, dan jambu merah.

Jika keinginan ini terpenuhi, sesui disertasi Anda. Apakah Anda mempunyai harapan atau keinginan mengembalikan fungsi sungai seperti pada zaman dulu, sebagai jalan transpotasi?

Hasil disertasi saya menunjukkan bahwa model perkuatan tebing EcoRiprap telah meningkatkan stabilitas tebing erosi dan menyediakan habitat baru pada zona pasang surut sehingga populasi makroinvertebrata makanan ikan dan ikan asli Kali Surabaya meningkat setelah penerapan EcoRiprap. Penambahan jenis ikan yang ditemukan di lokasi penerapan EcoRiprap adalah ikan berot, bloso, jendil, palung dan rengkik.

Model ini saya harapkan dapat diadopsi oleh instansi pengelola sungai dan direplikasi pada tebing sungai yang mengalami erosi di Kawasan Suaka Ikan. Selain itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkaji dampak jangka panjang perkuatan tebing EcoRiprap pada hidrologi sungai dan distribusi biota sungai di hulu dan hilir lokasi penerapan EcoRiprap.

Persepsi terhadap sungai perlu diperluas sehingga sungai tidak hanya difungsikan sebagai sumber air irigasi, saluran penyaluran banjir dan tempat pembuangan limbah industri maupun domestik. Sungai harus dilihat sebagai berkah yang sangat bernilai sebagai sumber kehidupan bagi seluruh masyarakat dan selayaknya sungai dipelihara pada kondisi alamiahnya agar dapat memberi berbagai manfaat, bagi berbagai kelompok masyarakat. Melalui model ini, saya ingin mengangkat fungsi sungai sebagai habitat ikan sehingga modifikasi sungai untuk kepentingan manusia harus tetap menyisakan ruang sungai untuk berkembangnya berbagai bentuk kehidupan biota sungai.

Karena sungai yang sehat dicerminkan oleh berkembangnya berbagai jenis kehidupan flora dan fauna sungai. Semakin beragam kondisi habitat sungai, semakin besar daya dukungnya pada berkembangnya keragaman hayati sungai yang mendukung kehidupan manusia.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait