Curhat Mukidi sebagai Suami dan Pemulia Kopi

0
157

“Istri saya pada awalnya menentang, tapi sekarang Alhamdulillah sudah ikut bantu sangrai kopi dirumah. Kalo kopi saya gak laku, mungkin saya bisa di PHK (sebagai suami)”

Yogyakarta – Pernahkah anda menonton film Cinderella Man? Sebuah film berdasarkan kisah nyata yang diluncurkan pada tahun 2005, diproduseri oleh Ron Howard dan dibintangi oleh Russell Crowe sebagai James J. Braddock. Braddock adalah sosok atlet tinju kelas berat yang pernah mematahkan tangannya dalam sebuah pertandingan.

Dengan kondisinya, minat untuk kembali ke lantai pertandingan pun ditentang oleh istri dan asosiasi tinju. Keadaan mengharuskannya untuk bekerja paruh waktu sebagai kuli angkat di pelabuhan selama dua tahun. Dalam kurun waktu itu, ekonomi keluarga memburuk, bahkan Ia tidak mampu untuk membayar biaya pengobatan untuk kedua anaknya yang jatuh sakit.

Hingga pada akhirnya, keberuntungan pun berpihak padanya ketika Ia kembali ditawari untuk menjadi atlet tinju. Layaknya Cinderella, ekonomi keluarganya membaik dan cerita berakhir dengan bahagia.

Layaknya James J. Braddock yang berasal dari New York Amerika, Mukidi patut menyandang gelar sebagai Cinderella Man dari Temanggung Indonesia. Menjadi Mukidi yang sekarang bukanlah perkara yang mudah. Ia pun juga pernah mengalami jatuh bangun dalam kehidupan.

Hal itu disampaikannya dalam acara bincang bersama dengan tajuk “Ngopi Bareng Mukidi” yang diselenggarakan oleh indeksberita.com bekerja sama dengan Forum Kedai Kebun di lantai dua Restoran Kedai Kebun Jl. Tirtodipuran No. 3 Yogyakarta, Senin (5/9) lalu.

Dalam acara tersebut, Mukidi mencurahkan hatinya dalam obrolan mengenai pengalamannya bertani kopi. Lingkungan memandangnya aneh karena Ia adalah satu-satunya petani kopi diantara banyaknya petani tembakau. Keinginannya untuk bertani kopi pun sempat ditentang isteri dan keluarganya. Maka tidak aneh pula jika dalam menunggu panen pertama, yaitu selama tiga setengah tahun, Ia digunjingi oleh lingkungan dan keluarganya.

“Istri saya pada awalnya menentang, tapi sekarang Alhamdulillah sudah ikut bantu sangrai kopi dirumah. Kalo kopi saya gak laku, mungkin saya bisa di PHK (sebagai suami)”, tambahnya.

Keadaan membaik ketika komoditasnya mulai laku, hingga pada akhirnya Ia memperoleh dua penghargaan internasional dari racikan kopi arabika, robusta dan ekselsa-nya yang Ia namakan Mukidi Special Blend.

Mukidi pun memberi contoh keberhasilannya dengan mengajak masyarakat sekitar untuk mengganti komoditas, dari tembakau ke kopi. Hal itu dilakukannya karena Ia tahu bahwa harga jual tembakau ke pengepul sangat murah dibandingkan biaya operasional tanam. Berbagai cara dilakukannya untuk mengajak masyarakat berganti komoditas, baik dengan mengajak diskusi sambil ngopi bersama, melakukan tanggung jawab lingkungan bahkan hingga menggajak pembeli untuk datang ke rumah.

“Saya tuh sengaja gak pasang plang arah menuju rumah saya. Bukannya saya gak mampu, supaya orang-orang nanya rumah saya sama masyarakat sekitar. Biar orang-orang tuh ngomongin wah temannya Mukidi ki sugih-sugih (baca- kaya) yo. Biar orang-orang juga pengen nanem kopi”, jelasnya.

Keberuntungan pun kembali berpihak padanya saat persaingan komoditas kopi mulai mengetat di Temanggung, tidak lain adalah tranding topik cerita guyonan dengan tagar mukidi. Alhasil, kopi racikan spesialnya kembali laku keras. Hingga pada akhirnya Ia diundang di acara talkshow salah satu program TV swasta yang sudah membumi sejak lama.

“Orang-orang kampung datang ke rumah saya cuma buat selfie. Biar saya bisa foto sama mas Mukidi sebelum makin terkenal katanya. Ya udah saya jawab, kalo mau foto sama saya harus beli kopi dulu sekilo”, tambahnya.

Kegetolan Mukidi dalam mengajak masyarakat sekitar untuk ikut menanam kopi tidaklah lain karena Ia ingin membuat sejarah. Ia ingin berjasa dan ikut membangun kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

“Kita tahu Soekarno sebagai presiden pertama dan Ia juga berjasa. Saya juga pengen seperti beliau, sebagai penanam kopi pertama di Temanggung dan berjasa bagi warga sekitar.” Pungkasnya.