BOGOR – Anggota legislatif, DPR RI, Diah Pitaloka asal Dapil Kota Bogor-Cianjur mengaku sukacita desakan Kaukus Parlemen Perempuan (KPP) Fraksi PDI Perjuangan memasukkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2016 akhirnya disambut mayoritas fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Menurutnya, sudah saatnya kasus kejahatan seksual dikenakan sanksi efek jera bagi pelakunya. Apalagi, belakangan ini kasus tersebut juga banyak terjadi di Bogor. Diantaranya terjadi di Cibungbulang, dengan korban seorang balita yang masih berusia 2,5 tahun berinisial LN. Selanjutnya, juga menimpa anak berusia 7 tahun yang menjadi korban berinisial CR, warga Desa Kembangkuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor.
“Gagasan mendesak RUU PKS dari KPP PDI Perjuangan berawal dari kasus kejahatan seksual yang menimpa Yuyun di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu dan belakangan, juga terjadi korban di Bogor. Kami sukacita, ternyata hampir seluruh fraksi di Baleg DPR menerima RUU PKS untuk masuk dalam Prolegnas Prioritas,” tukas anggota DPR RI, Diah Pitaloka kepada indeksberita.com di GOR Pajajaran saat memberikan sumbangan mobil ambulans kepada DPC PDI Perjuangan Kota Bogor, Sabtu (21/5/2016).
Masih menurut Diah, RUU PKS masuk dalam Program Legislasi Nasional prioritas 2016 tersebut meliputi penanganan secara komprehensif dari hulu ke hilir. Secara garis besar, sambungnya, payung hukum tersebut nantinya juga mengatur pencegahan sampai pemidanaan yang berkeadilan.
“RUU itu mendefinisikan bentuk-bentuk kekerasan secara lebih luas. Undang-undang ini juga menyertakan pembahasan mengenai perlindungan hak asasi korban, hak saksi dan korban serta pemulihan korban. Juga, mengatur ancaman pidana yang berat terhadap pelaku kekerasan seksual,” tandasnya.
Lalu, bagaimana soal sanksi kebiri bagi pelaku kejahatan seksual yang belakangan ini terwacana?
“Menurut saya, tidak perlu sampai dilakukan kebiri bagi pelaku. Sebab, pengkebirian itu bukan jaminan kejahatan seksual bisa ditekan. Selain itu, juga melanggar HAM. Pendapat saya, adalah lebih baik pelaku dikenakan hukuman penjara seberat-beratnya. Meski sebagai komperasi, di luar negeri, pelaku tindak kejahatan seksual tersebut ada yang dihukum mati, seperti di Yaman,” tuturnya.
Aleg PDI Perjuangan ini optimis pemerintah pun punya komitmen yang sama RUU tersebut nantinya menjadi undang-undang. Ia juga berharap DPR dan pemerintah dapat menyelesaikan RUU tersebut maksimal dalam dua kali masa sidang. Dijelaskannya, syarat-syarat pengusulan untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas (susulan) adalah mengundang Pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM untuk membahas perubahan Prolegnas Prioritas 2016. Selanjutnya, diusulkan ke Rapat Paripurna untuk mendapat persetujuan masuk ke Prolegnas Prioritas 2016. Kemudian, setelah diserahkan draft NA dan draft RUU, Baleg mengembalikan lagi ke pengusul. Kemudian, pengusul mengajukan ke Pimpinan DPR untuk menjadi RUU Inisiatif DPR. Setelah itu jika disetujui, pimpinan mengirim surat ke Presiden untuk menerbitkan Surat Presiden (Surpres).
“Saya yakin pemerintah pun menginginkan RUU PKS ini bisa menjadi payung hukum dan saya sepakat masuk dalam Prolegnas Prioritas 2016,” tuntasnya.
Sebagai informasi, RUU PKS ini didesak KPP PDI Perjuangan di DPR yang terdiri dari Dwi Ria Latifah, Diah Pitaloka, Mercy Chriesty Bsrends, Risa Mariska, Eva Kusuma Sundari, Puti Guntur Soekarno, Rieke Diah Pitaloka, Agustina Wilujeng Pramestuti, Elva Hartati, Evita Nursanti, Esti Wijayanti, Indah Kurnia, Irine Yusiana Roba, Itet Tridjajati Sumarijanto, Karoline Margaret, Vanda Sarundayang, Ismayatun, Tuti Roosdiono, Ribka Tjiptaning, dan Alfia Reziani. (eko)