Sidang kasus suap Meikarta sudah berlangsung di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata, sejak Rabu, 19 Desember 2018. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan keterlibatan PT Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa Utama dalam sidang dakwaan kasus suap proyek tersebut.
Empat terdakwa yang ditetapkan KPK, yaitu mantan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, yang dalam BAP jaksa disebutkan wiraswasta, Konsultan Lippo Group Taryudi dan Fitradjaja Purnama, serta pekerja lepas (freelance) Henry Jasmen P. Sitohang.
Tersangka adalah Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat M Nohor, dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili.
Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin yang dihadirkan dalam sidang keterangan saksi untuk 4 terdakwa pada Senin, 14 Januari 2019, mengungkapkan keterlibatan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono, mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan hingga Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa.
Neneng mengakui, pernah bertemu di ruangan Dirjen Otonmi Daerah Soni Soemarsono di Jakarta. Saat pertemuan keduanya berlangsung, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menelepon Soni Soemarsono. Kedua berbicara sebentar, kemudian telepon Soemarsono diberikan kepada Neneng.
Dan dalam pembicaraan itu, Tjahjo bilang kepada Neneng supaya membantu perizinan proyek Meikarta. Neneng pun mengiyakan permintaan Tjahjo, namun segera dijawab oleh Neneng asal mengikuti aturan yang berlaku.
Pertemuan yang dimaksud Neneng antara dirinya dengan Soemarsono itu. Menurit pengakuan Neneng, memang ia dipanggil Soemarsono untuk membahas perizinan proyek Meikarta. Sekaligus membahs Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat.
Perda tersebut menyangkut Bodebekkarpur, kawasan Metropolitan yang meliputi Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, dan Purwakarta.
Neneng menyampaikan bahwa Pemerintah kabupaten Bekasi sudah mengeluarkan izin Peruntukan dan pengelolaan tanah (IPPT) seluas 84,5 hektare.
Sidang pekan ke-empat itu, jaksa penuntut umum KPK menghadirkan sejumlah saksi selain Neneng Hasanah Yasin, yaitu Kabiro Tata Ruang Pemda Bekasi E Yusuf Taufik dan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto, yang diketahui menjabat sejak 2016 hingga Oktober 2017.
Selain itu Kepala Divisi Land Acuisision and Permit PT Lippo Cikarang Edi Dwi Soesanto dan Karyawan PT Lippo Cikarang (Staff Perizinan) Satriadi, yang diketahui juga karyawan PT Mahkota Citra Sentosa, perusahaan pengembang Meikarta.
Dalam sidang yang dimulai pukul 11.00 WIB hingga berakhir pukul 17.00 WIB tersebut, sempat adu keterangan antara saksi dan terdakwa. Padahal dalam persidangan itu terungkap jelas, telah terjadi pemberian sejumlah uang dari PT Lippo Group kepada beberapa pejabat pemerintahan Kabupaten Bekasi.
Pemberian uang itu sebesar Rp Rp 10.830.000.000 dan 90 ribu dolar Singapura, terungkap dilakukan Satriadi dan Edi Dwi Soesanto, yang biasa disebut Edi Soes kepada Neneng Hasanah Yasin melalui E Yusuf Taufik.
Namun E Yusuf Taufik tidak membenarkan keterangan Neneng Hasanah. Ia mengelak, bahwa uang tersebut dari Satriadi dan Edi Soes.
Elakan Yusuf dibantah Neneng Hasanah. Ia pun menyakinkan, bahwa uang tersebut dari Lippo Group untuk proyek Meikarta. Pengembang ini berjanji memberikan Rp 20 miliar. Tahap pertama diberikan, setelah dua bulan ia menandatangani IPPT Meikarta, yaitu sebesar Rp 10 miliar.
Edi Soes membenarkan keterangan Taufik. Menurut Edi Soes, uang suap Rp 10 miliar itu dicairkan atas persetujuan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto. Bahkan, Edi Soes sempat memperjelas bahwa ia memberikan laporan pada Toto setelah uang tersebut diterima oleh Neneng.
Keterangan Edi Soes dibantah oleh Toto. Di hadapan majelis hakim ia mengaku tidak mengetahui uang Rp 10 miliar yang disebutkan diberikan kepada Neneng. Ia hanya tahu terdapat uang Rp 3,5 miliar untuk pensiun Edi Soes.
Bantahan Toto sempat memancing teguran majelis hakim. Dan memperingatkan supaya Toto tidak berbohong. Begitu pula yang terjadi, Neneng menyatakan Billy Sindoro memberikan uang Rp 10 miliar lagi. Namun hal itu juga dibantah oleh Billy.
Berikut rincian aliran suap yang dibacakan jaksa:
– Bupati Bekasi Nonaktif Neneng Hasanah Yasin sejumlah Rp 10.830.000.000 dan SGD 90.000;
– Kepala Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi Dewi Tisnawati sejumlah Rp 1.000.000.000 dan SGD 90.000;
– Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Bekasi Jamaludin sejumlah Rp 1.200.000.000 dan SGD 90.000;
– Sahat Maju Banjarnahor selaku Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi sejumlah Rp 952. 020.000;
– Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili sejumlah Rp 700.000.000;
– Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Bekasi Daryanto sejumlah Rp 300.000.000;
– Kepala Bidang Bangunan Umum Dinas PUPR Pemkab Bekasi Tina Karini Suciati Santoso sejumlah Rp 700.000.000; dan
– Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab BekasiE Yusup Taufik sejumlah Rp 500.000.000.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.