Bu Patmi, salah satu peserta aksi Kaki Disemen meninggal dunia, karena serangan jantung. Pagi ini jenasah almarhumah Bu Patmi dipulangkan ke desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati untuk dimakamkan di desanya. Dulur-dulur kendeng juga langsung pulang menuju Kendeng. Dari penjelasan yang indeksberita terima, Bu Patmi sebenarnya direncanakan akan pulang ke tempat asalnya, setelah kemarin ikut aksi di seberang istana. Pada hari Selasa (21/3/2017) dini hari pukul 02:30 dini hari Bu Patmi mengeluh badannya sakit. Dokter yang sedang mendampingi dan bertugas segera membawa bu Patmi ke RS St. Carolus Salemba. Menjelang sampai di RS, dokter mendapatkan bahwa Bu Patmi meninggal dunia.
“Kami segenap warga-negara Republik Indonesia yang ikut menolak pendirian pabrik semen di Pegunungan Kendeng berduka atas kematian bu Patmi, dalam aksi protes penolakan di seberang Istana Presiden ini. Kami juga ingin menegaskan kekecewaan kami yang mendalam terhadap tumpulnya kepekaan politik para pengurus negara, termasuk pengingkaran tanggung-jawab untuk menjamin keselamatan warga-negara dan keutuhan fungsi-fungsi ekologis dari bentang alam pulau Jawa, khususnya kawasan bentang alam karst Kendeng” ujar Sobirin dari Desantara, yang mendampingi warga selama ini.
Di kesempatan yang sama, YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), menyatakan bahwa meninggalnya Bu Patmi, menunjukan keadaan yang ironi. Menurut Muhamad Isnur dari YLBHI, di satu sisi pemerintah menggembar-gemborkan itikad dan tindakan untuk ikut menjadi resolusi sejati dari krisis perubahan iklim dan hilangnya keragaman hayati. Di satu sisi pemerintah bicara tentang penegakkan hukum, tapi di sisi lain rakyat harus memperjuangkan haknya sendiri tanpa dibela oleh pemerintah.
“Kematian Bu Patmi menjadi saksi bahwa warga masyarakat Indonesia masih harus menyatakan sikapnya sendiri karena tidak adanya pembelaan sama-sekali dari pengurus kantor-kantor pemerintah yang seharusnya mengurus nasib warga. Kami juga menyampaikan kepada kalangan berpendidikan tinggi dan sebagian media masa, yang justru memilih peran sebagai juru-sesat untuk mengaburkan duduk-perkara masalah yang tengah dilawan oleh warga kawasan bentang alam karst Kendeng,” ujar Isnur.
Kronologi Meninggalnya Bu Patmi
Sejak Senin 13 Maret 2017, warga pedesaan di kawasan bentang alam karst Kendeng memulai aksi kolektif untuk memprotes pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terhadap rencana pendirian dan pengoperasian pabrik Semen milik PT Semen Indonesia di Rembang, dan semen lainnya di pegunungan Kendeng. Protes mereka, yang dikenal dengan aksi ‘Dipasung Semen’ Â juga protes atas ketidak-becusan PT Semen Indonesia yang mempermainkan hukum, termasuk mengecilkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang membatalkan Ijin Lingkungan.
Kamis, 16 Maret 2017, datang menyusul kurang-lebih 55 warga dari kabupaten Pati dan Rembang bergabung melakukan aksi pengecoran kaki dengan semen. Dua Puluh dari yang datang, memulai mengecor kaki di hari Kamis tersebut. Bu Patmi adalah salah satu dari yang mengecor kaki dengan kesadaran tanggung jawab penuh. Beliau datang sekeluarga, dengan kakak dan adiknya, dengan seijin suaminya.
Senin sore, 20 Maret 2017, perwakilan warga diundang Kepala Kantor Staf Presiden, Teten Masduki untuk berdialog di dalam kantor KSP. Pada pokoknya, perwakilan menyatakan menolak skema penyelesaian konflik yang hendak digantungkan pada penerbitan hasil laporan KLHS yang sama tertutupnya dan bahkan samasekali tidak menyertakan warga yang bersepakat menolak pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia dan Pabrik Semen lainnya di Pegunungan Kendeng tersebut.
Senin 20 Maret 2017, pada malam hari, diputuskan untuk meneruskan aksi tetapi dengan mengubah cara. Sebagian besar warga akan pulang ke kampung halaman, sementara aksi akan terus dilakukan oleh 9 orang. (Alm) Bu Patmi (48) adalah salah satu yang akan pulang sehingga cor kakinya dibuka semalam, dan persiapan untuk pulang di pagi hari.
Selasa 21 Maret 2013, Bu Patmi sebelumnya dinyatakan sehat dan dalam keadaan baik oleh Dokter. Kurang lebih pukul 02:30 dini hari (Selasa, 21 Maret 2017) setalah mandi, bu Patmi mengeluh badannya tidak nyaman, lalu mengalami kejang-kejang dan muntah. Dokter yang senang mendampingi dan bertugas segera membawa bu Patmi ke RS St. Carolus Salemba. Menjelang sampai di RS, dokter mendapatkan bahwa bu Patmi meninggal dunia. Pihak RS St. Carolus menyatakan bahwa bu Patmi meninggal mendadak pada sekitar Pukul 02.55 dengan dugaan jantung.