Tahun 2016 adalah tahun bencana. Berdasarkan data sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama tahun 2016 yaitu dari 1/1/2016 hingga 11/11/2016, tercatat 1.985 kejadian bencana. Jumlah ini diperkirakan BNPB terus bertambah karena curah hujan akan terus meningkat selama bulan November hingga Desember 2016.
“Sehingga kejadian banjir, longsor dan puting beliung diprediksi akan terus terjadi di berbagai wilayah. Selain itu belum semua kejadian bencana yang ada di BPBD belum dilaporkan ke BNPB,” kata Sutopo Purwo Nugroho, Kapusdatin dan Humas BNPB melalui keterangan tertulisnya, Senin (14/11).
Ditambahkan Sutopo, “jumlah kejadian bencana sebanyak 1.985 ini adalah rekor tertinggi yang pernah terjadi sejak 10 tahun terakhir. Meskipun bencana yang terjadi tidak termasuk bencana besar, namun korban jiwa dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan bencana cukup besar”.
Sebagai perbandingan, berikut adalah jumlah kejadian bencana yang tercatat selama 10 tahun terakhir adalah tahun 2007 (816 bencana), 2008 (1.073), 2009 (1.246), 2010 (1.941), 2011 (1.633), 2012 (1.811), 2013 (1.674), 2014 (1.967), dan 2015 (1.677).
Dampak yang ditimbulkan bencana selama tahun 2016, sebanyak 375 orang dinyatakan tewas, 383 jiwa luka-luka, 2,52 juta jiwa menderita dan mengungsi, dan lebih dari 34 ribu rumah rusak. Diprediksi dampak bencana ini akan terus bertambah.
Lebih lanjut Sutopo mengatakan bahwa dari 1.985 bencana, banjir adalah yang paling banyak terjadi yaitu 659 kejadian. Selanjutnya berturut-turut adalah putting beliung 572 kejadian, longsor 485, kebakaran hutan dan lahan 178, kombinasi banjir dan longsor 53, gelombang pasang dan abrasi 20, gempa bumi 11, dan erupsi gunungapi 7 kejadian.
“Bencana longsor merupakan bencana yang menimbulkan korban tewas paling banyak yaitu 161 jiwa. Sedangkan banjir menyebabkan 136 jiwa tewas, kombinasi banjir dan longsor 46 tewas, puting beliung 20 jiwa, erupsi gunungapi 7 jiwa, gempabumi 3 jiwa, dan kebakaran hutan dan lahan 2 jiwa,” katanya.
Tingginya curah hujan akibat pengaruh dari La Nina lemah, menguatnya Dipole Mode negatif, dan hangatnya perairan muka air laut di sekitar Indonesia, menurutnya telah menyebabkan meningkatnya banjir, longsor dan puting beliung.
“Selain itu, penyebab lainnya adalah luasnya daerah aliran sungai yang kritis, kerusakan lingkungan, degradasi sungai, tingginya kerentanan dan masih terbatasnya mitigasi struktural dan non struktural di masyarakat,” ujarnya.
Menurut Sutopo, saat ini jutaan jiwa masyarakat tinggal di daerah-daerah rawan bencana. Diperkirakan ada 64 juta masyarakat terpapar dari bahaya banjir dengan intensitas sedang hingga tinggi. Begitu juga dengan longsor, ada 40,9 juta jiwa masyarakat yang terpapar oleh bahaya longsor sedang hingga tinggi.
“Mereka tinggal di zona merah dengan kemampuan mitigasi yang masih terbatas sehingga saat terjadi hujan sebagai pemicu maka terjadi bencana,” tambahnya.
Peningkatan jumlah kejadian, kata Sutopo, juga karena beberapa daerah yang sebelumnya jarang terjadi bencana, saat ini mudah terjadi bencana, misalnya Kota Bandung yang belakangan dihantam secara beruntun.
Pada Minggu (13/11/2016) kemarin, Kota Bandung kembali direndam banjir karena hujan beritensitas tinggi dan drainase perkotaan yang sudah tidak mampu menampung aliran permukaan. Hujan es dan angin kencang terjadi di beberapa tempat juga menyebabkan pohon tumbang.
“Saat ini Bandung semakin rentan dihantam banjir dan angin puting beliung,” kata Sutopo.
Selanjutnya, kepada masyarakat Ia mengimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi banjir, longsor dan puting beliung karena hujan diprediksi meningkat hingga puncaknya pada Januari 2017 mendatang.
“Sesuai dengan polanya, Januari merupakan puncak curah hujan di sebagian besar wilayah di Indonesia. Pola bencana juga menunjukkan bahwa Januari adalah bulan paling banyak bencana di Indonesia,” pungkas Sutopo.