Media massa pada 3 Juli 2016 memberitakan prediksi penumpang angkutan umum. Dikatakan, tahun ini angkutan udara tertinggi dengan 4.468.047 orang disusul angkutan darat jalan raya 4.328.337 orang, lalu kereta api 4.113.867 orang, penyeberangan 3.698.042 penyeberangan, dan angkutan laut 910.191 orang.
Dengan prediksi ini ada dua hal penting. Pertama kian banyak masyarakat Indonesia yang mementingkan efesiensi, tentu dengan biaya lebih tinggi. Kedua, kemungkinan terjadi kemacetan parah di darat seperti tahun-tahun lalu, makin berkurang. Betulkah? Mari kita melihat kemacetan dari akun media sosial mudiker.
Seorang kawan saya sebut saja Wilson, menulis pengalaman mudik lebaran tahun ini (2016). Ia menulis: “Perjalanan mudik Lebaran terberat tahun ini sudah kami lalui. Butuh waktu 37 jam dari Jakarta menuju Pekalongan (Jawa Tengah). Rekor mudik terlama dengan kendaraan selama 10 tahun terakhir ! Dari Jakarta tol Cikampek-Cipali-Palimanan-Kanci butuh10 jam, lalu 13 jam di Brebes, 11 jam di Tegal dan 3 jam Pemalang-Pekalongan ! Normalnya 8-10 jam, ditambah macet Lebaran biasanya 15 jam paling lama dari pengalaman kami”.
Ditambahkan, tahun ini Wilson dan keluarga, selama 24 jam terjebak macet total di kota Brebes dan Tegal bersama ratusan ribu mudikers lainnya. Kata kawan saya: “Pemerintah tidak bisa lagi terus berkilah dengan ” itu rutinitas kemacetan Lebaran” atau “karena yang mudik jumlahmya meningkat ” atau ‘petugas kami kurang dilapangan”. Itu klise, menunjukan negara tak bertanggung jawab!”
Wilson menulis, “Kasus kami dan ratusan ribu mudikérs harus 24 jam terjebak kemacetan total di Brebes-Tegal, sekitar 50 km dari Pekalongan (tujuan akhir mudik) menunjukan aparat negara seperti mengulang cara yang sama tiap tahun. Antisipasi negara untuk mudik tahun ini terburuk ! Menteri Perhubungan dan Polri harus dievaluasi oleh presiden karena menyebabkan negara telah gagal hadir ditengah warganya!”
Selain Wilson, ada pemudik lain yang menulis di media sosial. Pemudik yang kelelahan dan lapar terpaksa hanya duduk sambil sesekali berjalan di bahu jalan tol untuk melepas penat.”Gara-gara macet parah ini saya tak bisa sahur. Padahal kalau normal, jam 2 tadi pagi sudah sampai Tegal,” gerutu seorang pengemudi yang sudah 8 jam lebih berada di tol Kanci-Pejagan namun tak kunjung berhasil keluar pintu tol Pejagan.
“Pemerintah enggak becus urus transportasi. Kemacetan di exit Tol Pejagan ini semestinya sudah diantisipasi. Pemerintah Daerah Jateng, Pemerintah Daerah Brebes , polisi dan Kementerian Perhubungan ngapain saja kerjanya. Ini macet terparah sepanjang sejarah Lebaran,” tulisnya. “Pintu keluar tol.masih 15 km lagi. Dan bensin saya tinggal seperempat. Pasti akan habis di jalan sebelum exit tol,” keluhnya.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan dan Kepolisian RI telah melakukan antisipasi jauh-jauh hari. Bahwa kini untuk perjalanan darat ke Jawa Tengah ada tiga pilihan yaitu pantura, tol Cipali, dan lintas selatan. Masalahnya pemerintah tidak memberikan informasi dan himbauan yang jelas tentang risiko pulang mudik pada waktu dan jalur yang sama. Misalnya kini jalur favorit adalah tol Cipali sam pai Brexit (Brebes Exit), namum keberangkatannya nyaris bersamaan misalnya setelah buka, sehingga terjadi penumpukan.
Satu hal lagi, yang mungkin luput diantisipasi pemerintah, yaitu jalur bertemunya arus dari pantura dengan keluarnya kendaraan dari tol Cipalip-Brebes. Di situ terjadi kemacetan luar biasa. Sekali lagi, pemerintah tak bisa menyalahkan masyarakat. Buat apa pemerintah mengunggulkan pembangunan infrastruktur jika tetapi tak ada perubahan setiap perjalana mudik lebaran. Selamat Idul Fitri.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.