Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusulkan agar tim sukses (timses) pasangan calon masuk dalam aturan larangan politik uang yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Kami ingin menambah (dalam peraturan Bawaslu terkait politik uang), karena banyak yang lakukan bagi-bagi uang adalah tim kampanye,” kata Ketua Bawaslu, Muhammad, dalam Rapat Kerja Komisi II DPR, di Jakarta, Selasa (4/10).
Dia menjelaskan, dalam Peraturan Bawaslu terkait politik uang khususnya Pasal 14 dijelaskan bahwa objek TSM menjanjikan uang secara sistematis dan massif.
Menurut dia, kata “terstruktur” itu maksudnya dilakukan melibatkam aparat struktural pemerintah, penyelenggara pemilu, dan tim kampanye pasangan calon.
“Kami tawarkan usulan itu karena UU (UU tentang Pilkada) hanya mengatur bagi penyelenggara pemilu dan aparat negara,” ujarnya.
Muhammad menjelaskan mengapa Bawaslu ingin menambah karena berdasarkan hasil evaluasi lembaganya, tim sukses banyak melakukan bagi-bagi uang.
Menurut dia, dari hasil evaluasi, pembagian uang yang dilakukan timses itu dilakukan secara sistematis, matang dan rapih.
“Berdasarkan hasil evaluasi, timses bagi-bagi uang atau materi lainnya,” katanya.
Selain itu dia menjelaskan, makna terstruktur dalam aturan Bawaslu adalah politik uang dilakukan dengan melibatkan aparat struktural pemerintah dan tim kampanye.
Muhammad mengatakan, makna sistematis yaitu politik uang dilakukan secara matang dan rapih, serta makna massif adalah dilakukan secara luas dalam satu tahapan serta dampaknya bagi hasil pemilihan bukan sebagian-bagian.
“Dalam UU hanya menjelaskan dampaknya namun kami memberikan batasan secara konkret, dampaknya pelanggarannya yang luas bukan sebagian-bagian,” katanya.
Muhammad menegaskan, mengapa aturan terkait TSM dibuat secara konkret agar Bawaslu tidak gampang mendiskualifikasi pasangan calon.
Rapat Kerja Komisi II dengan Bwaslu itu, untuk mematangkan aturan mengenai larangan politik uang yang dilakukan secara TSM.
“Memang kami sudah sekali rapat dan minta Bawaslu menyempurnakan rancangan peraturannya. Karena kami melihat Bawaslu pada rapat pertama belum mengakomodir faktual-faktual yang terjadi di lapangan,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy.
Lukman mencontohkan, ketika Bawaslu menetapkan TSM, apakah sudah meninjau jumlah uang yang disebarkan ketika melakukan politik uang.
Dia mengatakan, Komisi II DPR menginginkan peraturan Bawaslu ini tidak mengambang dan tidak multi-persepsi dan ingin “clear” dijelaskan secara jelas termasuk definisinya.
“Apakah yang dimaksud terstruktur menggunakan struktur pemerintah? Struktur mana yang digunakan? Kita ingin peraturan Bawaslu ini tidak mengambang, tidak multipersepsi dan ingin clear dijelaskan secara jelas termasuk definisi-definisinya,” ujarnya.
Lukman mengatakan, Komisi II DPR menginginkan masing-masing pasangan calon dan tim suksesnya memahami TSM seperti apa, termasuk terkait sumber-sumber pendanaan yang menjadi objek audit Bawaslu yang mana.
Selain itu menurut dia, apakah penerimaan dana kampanye sebelum masa kampanye bisa menjadi objek audit atau tidak.
“Kami harap semua itu bisa diselesaikan dalam rapat hari ini,” katanya.
Selain itu menurut Lukman, Komisi II DPR mendorong Bawaslu melarang adanya kampanye hitam di media sosial antar pasangan calon kepala daerah dengan membuat aturan yang tepat.
Politikus PKB itu menilai, konten-konten sosial media yang melakukan kampanye hitam, pengawas pemilu tidak bisa menbatasinya.
“Dalam PKPU maupun rancangan peraturan Bawaslu, kami sepakat bahwa akun sosmed yang digunakan resmi paslon harus resmi terdaftar. Kita tidak bisa menata sampai ke akun-akun yang liar,” ujarnya.
Menurut dia, dengan pengaturan yang tepat seperti itu maka diharapkan bisa mengantisipasi adanya perang kampanye hitam.