Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum merumuskan sanksi atas kewajiban cuti selama masa kampanye bagi calon petahana. Ketiadaaan pengaturan sanksi dimaksud dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), membuat KPU perlu waktu untuk merumuskannya ke dalam Peraturan KPU melalui diskusi dengan pemerintah dan DPR. Salah satu sebabnya antara lain terkait kewenangan untuk menjatuhkan sanksi, apakah oleh pelaksana pemilu atau pemerintah.
“Kalau di UU tidak menyebut sanksi, makanya kewenangan membuat sanksi terkait pimpinan daerah yang tidak mengambil cuti apakah dari penyelenggara pemilu atau dari pemerintah, masih akan dibicarakan,” begitu ungkap Ketua KPU Juri Ardiantoro di sela kegiatan “Gebyar Sosialisasi Akbar Pengawasan Partisipatif Bawaslu” di Jakarta, Minggu (14/8).
Terkait pihak yang berwenang memberi sanksi, Juri menyatakan bahwa sanksi atas kewajiban cuti selama masa kampanye bagi calon kepala daerah merupakan kewenangan pemerintah. Landasannya, terkait dengan tugas dan kewenangan yang bersangkutan sebagai pejabat pemerintah.
“Misalnya gubernur, berarti yang memberikan cuti adalah presiden melalui menteri dalam negeri. Ketika yang bersangkutan tidak mengambil cuti dan itu kemudian mengganggu atau berakibat pada sistem pemerintahan di daerah, maka tentu pemerintah yang akan mengambil tindakan,” tuturnya.
Pernyataan tersebut diungkapkan Juri guna menanggapi permohonan uji materi tentang aturan cuti bagi calon petahana selama masa kampanye, yang diajukan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ahok, menyatakan menolak mengajukan cuti selama kampanye Pilkada DKI 2017 karena bersamaan waktu dengan pembahasan ABPD DKI. Kendati sudah jelas diatur undang-undang, Ahok bergeming dalam dalih bahwa cuti merupakan pilihan.
“Mengajukan cuti itu kan pilihan. Saya menyatakan tidak mau kampanye, saya mau bahas APBD,” ujarnya.
Permohonan uji materi Ahok disampaikan ke MK pada 2 Agustus 2016 lalu. Uji materi terutama atas pasal 70 ayat (3) dan (4) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal 70 ayat (3) berbunyi: “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali kota dan Wakil Wali kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan, a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
Sementara, pasal 70 ayat (4) UU Pilkada berbunyi: “Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Gubernur dan Wakil Gubernur diberikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden, dan bagi Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota diberikan oleh Gubernur atas nama Menteri.
“Saya ingin menafsirkan ketentuan itu tidak memaksa orang untuk cuti,” kata Ahok di Gedung Balai Kota Jakarta, beberapa waktu lalu. Boleh-boleh saja.