Kamis, 28 September 23

Analisa Kritis atas Pernyataan SBY Tentang Rencana Aksi 4 November

Hari ini, Rabu (2/11/2016), Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bicara ke publik mengenai beberapa hal. Mulai dari pandangannya tentang rencana aksi besar-besaran yang akan berlangsung 4 November nanti, jumlah harta kekayaannya, hadiah rumah, juga soal dokumen TPF Munir. Dari semua hal tadi, yang paling banyak dibahas SBY adalah mengenai aksi besar yang akan diadakan pada Jumat, 4 November lusa.

Awalnya SBY memandang bahwa aksi demonstrasi itu adalah bentuk ekspresi demokrasi. Adanya pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, serta pertemuan dengan para ulama di Istana Merdeka, sebagai upaya agar aksi 4 November nanti berjalan dengan aman, diapresiasi oleh SBY. Tetapi kemudian, pernyataan SBY selanjutnya yang memaksa saya harus mengkritisinya.

Pertama, pernyataan SBY yang merasa dia dicurigai dan difitnah atas aksi tersebut, berkaitan dengan beberapa kali pertemuan yang dilakukannya dengan beberapa orang pemerintahan dan tokoh masyarakat. Hal ini tergambar jelas dari kutipan pernyataannya, yaitu:

“..jangan kalau pertemuan politik yg dilakukan mereka-mereka yang di luar kekuasaan lantas dicurigai”.

SBY menilai fitnah tersebut diakibatkan oleh laporan intelijen yang tidak akurat, bahkan dianggapnya ngawur, yang tampak jelas dalam kutipan pernyataannya dibawah ini:

“Intelijen harus akurat, jangan berkembang menjadi intelijen yang ngawur dan main tuduh. Saya kira bukan intelijen seperti itu yang harus hadir di negeri tercinta ini”.

Kedua, SBY meminta agar proses hukum terhadap Ahok berkaitan dengan penistaan agama, harus dilanjutkan oleh kepolisian dengan adil. Dan meminta pemerintah agar proses ini diserahkan ke pihak kepolisian.

Pengkritisan terhadap ke 2 hal tadi, merasa dicurigai oleh pemerintah terkait akan adanya aksi 4 November, dan meminta agar polisi menindaklanjuti tuduhan atas penistaan agama, jelas punya tujuan politik. Pernyataan SBY jelas bukan sekadar mengeluh apa lagi curhat. Bagaimanapun, pernyataan SBY ini akan memiliki efek mobilisasi politik berbasis identitas, yang implikasinya adalah menguatkan dukungan politik terhadap putranya, dalam pilkada DKI.

Mengapa saya katakan memiliki efek mobilisasi politik berbasis identitas? Pertama, SBY selalu menekankan dia adalah presiden dalam 2 periode, tetapi juga menyatakan bahwa dia difitnah dan tercederai. Pernyataan SBY ini bisa dianggap sebagai pesan kepada umat muslim di Jakarta, bahwa dia adalah simbol perlawanan politik formal terhadap Ahok. Dia ingin diidentifikasikan sebagai pemimpin dari umat muslim yang merasa seperti dirinya, umat yang merasa tercederai agamanya. Dan jika itu berhasil terbangun, maka Agus-Silvy yang akan diuntungkan.

Kesan itu bertambah kuat saat dia mendorong agar proses hukum terhadap Ahok harus dilanjutkan, atau tegasnya SBY ingin proses hukum berlanjut sampai Ahok menjadi tersangka. Walaupun kemudian SBY menambahkan dengan proses hukum yang independen, yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, bukan oleh presiden maupun oleh dirinya. Walaupun SBY menyatakan pula bahwa pilkada harus diikuti oleh 3 pasangan calon. Maka saat Ahok menjadi tersangka, dan SBY kemudian menjadi simbol perlawanan terhadap Ahok, maka kembali yang paling diuntungkan adalah pasangan Agus-Silvy.

Sekali lagi, pernyataan SBY tadi bagi saya sangat jelas, bentuk mobolisasi politik berbasis identitas. Pernyataan SBY mengenai akidah, pribumi dan amarah publik adalah bukti. Tetapi mengapa SBY harus mengeluarkan pernyataan yang akan membuatnya dinilai tidak berada pada posisi yg ikut memajukan pluralisme dan toleransi? Jika aksi 4 November nanti ternyata menjadi chaos, apakah SBY (Agus-Silvy) akan diuntungkan?

Saya yakin SBY tau persis implikasi dari pernyataannya tadi. SBY pasti memegang data yang valid tentang elektabilitas ke 3 pasangan calon. Kalau trennya menguntungkan anaknya, SBY tidak perlu sampai harus melakukan manuver dan membuat statement seperti tadi. Tetapi, karena dia sudah mendorong anaknya maju dalam pilkada Jakarta, maka SBY “terpaksa” menempuh tindakan politik ini.

Bagaimana harapan SBY terhadap aksi 4 November nanti?

Saya yakin SBY jujur dengan harapannya agar aksi 4 November berjalan damai. Dia bukan hanya ingin, bahkan berupaya agar aksi berjalan dengan tertib, aman dan damai. Sebab jika tidak, maka situasi itu akan berbalik merugikan dirinya (dan Agus tentunya).

Aksi demonstrasi nanti konon diperkirakan akan diikuti oleh puluhan bahkan ratusan ribu massa. Aksi dengan jumlah masa yang begitu besar, maka dibutuhkan profesionalisme aparat keamanan yang tinggi. Tapi kita bisa membantunya, dengan cara masing-masing menahan diri. Menahan diri bukan berarti takut, sebaliknya bersikap terlalu berlebihan bisa memprovokasi keadaan. Situasi sudah demokratis, yang dibutuhkan adalah keberlanjutan pembangunan ekonomi yang adil.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait