
Semakin besarnya defisit BPJS Kesehatan, yang seharusnya menjadi perhatian serius karena menyangkut kebutuhan warganegara akan pelayanan kesehatan, justru dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk menebar hoax. Seolah defisit itu diakibatkan karena dinvestasikannya dana BPJS untuk infrastruktur. Padahal yang diinvestasikan ke infrastruktur itu dana BPJS ketenagakerjaan. Sedangkan yg mengalami difisit itu BPJS Kesehatan.
Hal tersebut dikatakan oleh Hendrik Sirait, Ketua Umum Almisbat, organisasi relawan Jokowi, kepada awak media hari ini (20/9) di Jakarta. Menurutnya, perbedaan itu sengaja dikaburkan untuk menyerang pembangunan infrastruktur pemerintah
“BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan merupakan dua hal yang berbeda, yang sengaja disamakan, untuk menyalahkan pembangunan infrastruktur pemerintah,” tegas Hendrik.
Hendrik kemudian menjelaskan tentang perbedaan kondisi antara dana BPJS Ketenagakerjaan dengan BPJS Kesehatan. Ia menerangkan, dana BPJS dapat diambil oleh pekerja setelah masa keanggotaan selama 10 tahun dan memasuki usia 56 tahun. Sementara setiap bulan BPJS Ketenagakerjaan menerima iuran dari para pekerja. Maka dana BPJS Ketenagakerjaan akan terus bertambah.
“Dan agar manfaatnya bertambah bagi pekerja, dana BPJS Ketenagakerjaan perlu diinvestasikan. Yang paling aman ya diinvestasikan ke pemerintah,” kata Hendrik
Sedang BPJS Kesehatan mengalami defisit karena semakin banyaknya masyarakat yg dilayaninya. Dan menurut Hendrik, defisit terjadi karena biaya pelayanan kesehatan untuk masyarakat lebih besar dari iuran dan bantuan pemerintah
“Kalau kita peduli pada rakyat, seharusnya kita berpikir dan mendukung pemerintah untuk menutup defisit BPJS Kesehatan tersebut, agar pelayanan kesehatan tidak terganggu. Bukan malah memanfaatkannya untuk kepentingan politik dengan menebar hoax,” ujar Hendrik
Sementara Teddy Wibisana, anggota Dewan Penasehat Almisbat, menganggap upaya pemerintah menutup defisit BPJS Kesehatan dengan cukai rokok tepat. Karena menurutnya, penyakit jantung menyedot dana BPJS terbesar, dan merokok adalah pemicu terbesar datangnya penyakit jantung
Teddy mengingatkan tentang penjalasan Dirut BPJS di media, dimana 53 % dari seluruh dana BPJS Kesehatan dikeluarkan untuk pengobatan penyakit yg mematikan, dimana penyakit jantung koroner merupakan golongan penyakit yang mematikan yang paling besar menyerap dana BPJS.
“Dan 60% penyebab penyakit jantung disebabkan oleh merokok. Jadi fair jika industri rokok dan perokok menyumbang BPJS Kesehatan melalui cukai yg mereka bayar,” Teddy menambahkan.
Teddy juga mengingatkan agar pemerintah juga mencari sumber pajak lainnya untuk mendukung pendanaan BPJS kesehatan. Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan pemerintah agar tidak memberatkan satu industri saja. Ia mengusulkan, selain cukai rokok, pemerintah bisa meningkatkan pajak penjualan kendaraan bermotor.
“Ini sebagai konpensasi atas polusi yang dihasilkannya. Dan akan dapat mendorong penggunaan transportasi publik juga,” pungkasnya.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.