Almisbat: Jokowi 2 Periode untuk Memperkuat Nilai-Nilai Kepemimpinan Baru

0
121
Ketua DPN Almisbat (kanan) dan Anggota Watimpres Sidharto Danusubroto saat membuka Temu Raya Almisbat 2018 di Cimanggis Depok (28/8). Foto Eddy Santr

Lebih dari 200 aktivis dan kaum inteletual pendukung Presiden Joko Widodo yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (ALMISBAT) menggelar Temu Raya Nasional / Konggres ke 2 di Wisma Kinasih Depok, Jawa Barat, Selasa (28/9/2018). Acara Temu Raya Almisbat 2018 diikuti perwakilan dari 60 Kabupaten/Kota se Indonesia, berlangsung selama 3 hari dari tanggal 28 hingga 30 Agustus 2018.

Ketua Umum Almisbat Teddy Wibisana disela-sela acara mengungkapkan, Temu Raya akan menjadi momentum dalam upaya penyegaran organisasi, penyusunan program kerja organisasi dan memenangkan pasangang Jokowi-Ma’ruf di Pilpres 2019 mendatang.

“Pertemuan ini juga menjadi evaluasi dalam konsolidasi kami karena perjuangan untuk memenangkan Jokowi di periode ke dua lebih berat dibandingkan dengan perjuangan di periode pertama,” ujar Teddy, Selasa (28/82/2018).

Hal tersebut menurut Teddy bukan soal adanya pameo bahwa “mempertahankan lebih berat dibandingkan dengan merebut”, tapi, lanjut Teddy, karena adanya kemarahan dan resistensi para elite, yang merasa bahwa nilai-nilai lama mereka harus dicabut dan digantikan dengan nilai-nilai baru

Seperti nilai tentang kepemimpinan, kata Teddy, oposisi menganggap bahwa pemimpin harus datang dari kelompok mereka, kelompok elite, kelompok the have atau yang merasa the have. “Sehingga mereka sulit menerima jika ada pemimpin yang datang dari masyarakat biasa,” imbuh Teddy.

Menurut Teddy, mereka tidak bisa menerima jika nilai kepemimpinan dimanivestasikan dalam bentuk kerja untuk mewujudkan gagasan. Karena menurut Teddy, mereka justru terbiasa dengan kegenitan pencarian gagasan dan bermain-main dengan wacana, tetapi malas dalam mewujudkannya.

“Dan jika ingin mewujudkannya, Ciri khas mereka selalu mengandalkan orang lain atau bawahannya,” ucapnya.

Bahkan secara lugas Teddy menuturkan bahwa sebagian kalangan yang antipati kepada Pemerintahan Jokowi karena ingin mempertahankan priviledge mereka sebagai elite untuk terus menerima “upeti”. Sehingga dalam pandangan Teddy, mereka merasa terganggu gaya hidupnya, saat nilai baru yang menjaga jarak dengan KKN berkembang.

Teddy menganggap, mereka merasa terancam dan takut nilai-nilai mereka punah. Rasa terancam itu kata Teddy sudah dirasakan saat pihaknya memenangkan Jokowi di periode pertama. Dan menuju periode ke 2, rasa terancam mereka akan semakin besar, karena setelah lebih dari 4 tahun nilai-nilai kepemimpinan yang baru, yang menganut kesetaraan, kerja keras dalam mewujudkan gagasan, dan menjaga jarak dengan KKN, mendapat tempat besar di masyarakat.

“Maka sangat jelas, bahwa ini bukan hanya soal memenangkan pemimpin dengan mengadu program dan gagasan, tapi memenangkan pertarungan melawan orang yang putus asa sehingga menghalalkan fitnah/hoax, SARA dan ujaran kebencian,” paparnya.

Untuk itu Teddy menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah takut dengan adu program dan gagasan. Karena selama 4 tahun ini kualitas oposisi baru sebatas kualitas Pokrol Bambu, berdebat hanya untuk berdebat.

“Kami tak pernah takut terkait adu program untuk apalagi adu gagasan. Karena sekali lagi kami tegaskan, bahwa yang kami hadapi ada tiga hal yakni, Hoax, SARA dan Ujaran Kebencian. Karena ke tiga hal tersebut bisa merobek persatuan bangsa,” pungkas Teddy.