Selasa, 21 Maret 23

ALMISBAT dan KLHK Sepakat Terus Mendorong Implementasi Perhutanan Sosial

Jakarta – Implementasi Program Perhutanan Sosial yang mengalami ekstensifikasi selama pemerintahan Presiden Joko Widodo merupakan kebijakan negara yang berpihak kepada masyarakat, khususnya bagi Petani yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah menetapkan target areal pengelolaan hutan oleh masyarakat seluas 12,7 juta hektar melalui skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan. Hingga akhir September 2019, realisasi target telah mencapai 3,4 juta hektar.

dialog terbatas antara Badan Pengurus Nasional Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (ALMISBAT) dengan Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial (PKPS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Erna Rosdiana, di kawasan Tebet, Jakarta, Jumat (11/10/2019).

Dalam dialog itu Erna memaparkan, program perhutanan sosial yang berjalan saat ini berangkat dari sebuah proses panjang. Diawali ketika pasca Reformasi 1998, Pemerintah mulai mengembangkan inovasi dalam kebijakan yang berkeadilan bagi masyarakat sekitar area perhutanan.

Erna mengatakan, sejak 1998 hingga 2007, Perhutanan Sosial diperjuangkan masuk dalam peraturan perundang–undangan. Hal tersebut diawali dengan pemberlakukan UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

“Di UU nomor 41 ini memang sudah banyak nuansa kerakyatannya, tetapi ternyata tidak bisa langsung saat itu karena butuh Peraturan Pemerintah (PP)”, ujarnya.

Dalam proses selanjutnya, Erna menambahkan, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan, soal Perhutanan Sosial, yang mengatur pemberian akses legal kepada masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan hutan.

Namun demikian, baru ketika Joko Widodo mulai menjabat sebagai Presiden RI sejak 2014 lalu, program ini mengalami percepatan dalam pelaksanaanya. Selain menimbang sisi keadilan bagi masyarakat, Jokowi juga mendorong adanya pemberdayaan masyarakat melalui program ini, bukan sekedar memberi ijin.

“Sampai sebelum 2016 perhutanan sosial berkembang tetapi sangat lamban karena political will lemah. Di KLHK sendiri sebelumnya sempat ada pro dan kontra. Memang tataran implementasi masih banyak hambatan dan butuh perbaikan”, ungkapnya.

Erna menambahkan, Presiden Jokowi menetapkan program ini sebagai salah satu program strategis nasional melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan.

“Ini terobosan baru dari Presiden Jokowi. Beliau selalu mengingatkan kami bahwa Perhutanan Sosial merupakan bagian dari pemerataan ekonomi yang berlandaskan penyediaan lahan, pengembangan usaha dan peningkatan kapasitas SDM,” tuturnya.

Lebih lanjut dikatakan Erna, selaku pelaksana teknis kebijakan, Kementerian LHK telah membentuk Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial. “Tim ini bekerja dengan rule based dan data based yang cukup kuat. Bahkan ketika ada gugatan, kami selalu menang”, tegas Erna.

Sementara itu, Ketua Umum BPN ALMISBAT, Hendrik Sirait mengatakan bahwa pihaknya mendukung program ini sejak pertama kali digulirkan pemerintah. Hendrik bahkan menilai  skema reforma agraria yang paling pas saat ini sesungguhnya adalah Perhutanan Sosial.

“Ini terobosan penting Presiden Jokowi yang outputnya jelas, yaitu keberpihakan dan keadilan. Oleh karena itu tiada pilihan lain bagi ALMISBAT selain mendukung dan akan terus mengawal program ini melalui kerjasama dengan KLHK dan lembaga terkait lainnya,” tegasnya.

Menurutnya, selain bahwa para petani merasa diperlakukan adil dan merasakan haknya selaku warga negara, esensi penting lain dari program Perhutanan Sosial adalah bahwa negara juga tidak kehilangan asetnya.

Hendrik berharap ada pemetaan atau mapping lebih lanjut agar intensifikasi dan ekstensifikasi program ini terjaga dan tepat sasaran. Pemetaan itu, menurutnya, juga mengenai dampak kebijakan ini, serta tentang peran kementerian atau lembaga negara selain Kementerian LHK.

“Jadi bisa terlihat apa dan bagaimana intervensi kementerian atau lembaga tersebut dari sisi mana, Sehingga 2 tahun setelah kabinet yang baru ini terbentuk sudah kelihatan wujud nyata yang positif dari kebijakan ini bagi masyarakat”, ujarnya.

Selain Hendrik Sirait, pengurus ALMISBAT lain yang hadir dalam dialog ini adalah Chairuddin Ambong, Piryadi, Rahadi Teguh Wiratama, Nanang Pujalaksana, Syaiful Bahari, Teddy Wibisana, dan Mustakim.

 

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait