Dewan Mahasiswa/DEMA POSPERA Jabar, mengajak para ulama dan masyarakat di Jawa Barat, khususnya yang ada di Bogor, menjaga dan menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara dan bangsa yang maju. Untuk itu kedamaian dalam keberagaman yang ada di masyarakat harus dijaga. Demikian pula halnya dengan mahasiswa, diminta untuk tidak menjadikan isu penistaan agama menjadi isue politik. Demikian pernyataan Egi Hendrawan, Ketua Umum Dema Pospera Jabar di Bogor pada hari Jumat malam tadi (11/11/2016).
“Kami mengajak semua kader  dan seluruh mahasiswa yang ada di Indonesia untuk berjalan bersama mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman gerakan radikal yang ingin memecah-belah bangsa. Mahasiswa harusnya menjadi bagian dari upaya untuk menjaga NKRI.
Sedangkan Teddy Risandi Ketum DPD Pospera Jawa Barat Menegaskan: Â “Indonesia tidak sedang dalam ancaman perang senjata, tetapi ancaman ideologi, sosial, budaya dan ekonomi politik yang dapat memecah belah persatuan dan kedamaian bangsa. Karena itulah, perjuangan para pahlawan saat ini adalah mereka yang rela mengorbankan kepentingan diri, kelompok, dan kepentingan sesaat demi mencapai kepentingan nasional yang lebih luas. Perjuangan pahlawan saat ini adalah mereka yang memilih mendermakan jiwa, raga, harta dan pikirannya untuk menghalau ancaman nyata yang dapat memecah belah bangsa dan menganggu perdamaian negara kesatuan”
Syaiful Afriadi, Ketua Almisbat Bogor, yang juga aktivis 98 yang dulu tergabung dalam Front Nasional, Â melihat dalam perspektif yang agak berbeda. Â Menurut Syaiful upaya untuk memecah-belah kerukunan berbangsa, dengan mempolitisasi isu penistaan agama, sudah tampak pasca aksi demonstrasi 4 November. Bahkan dari caranya saja, menurut Syaiful, sudah menggunakan cara memecah belah.
“Setelah aksi 4 November, ada upaya untuk mengulang dan menggeser isu itu menjadi isue politik, oleh para aktor politik. Komitmen pemerintah jelas, kasus penistaan agama yang dikenakan ke Ahok, akan diselesaikan secara hukum dengan transparan. Kok sekarang jadi ingin menjatuhkan Jokowi. Dan mahasiswa juga mau dipakai. Bahkan gerakan 98 juga dimanipulasi, dan diklaim oleh aktor politik yang sama” tegas Syaiful.
Saat ditanyakan apa yang dimaksud dengan memanipulasi gerakan mahasiswa dan Gerakan 98, Syaiful mebjelaskan bahwa mahasiswa didorong untuk memperbesar gerakan. Dan gerakan mahasiswanya diperbesar dengan memanipulasi seolah eksponen gerakan 98 mebdukung sepenuhnya.
“Sang ator politik ini menciptakan ketokohan seseorang, yang kemudian dikatakannya sebagai jendral lapangan pada aksi demonstrasi besar tahun 1998. Itu kan cara-cara memanipulasi bahkan mengadu domba. Gerakan 98 itu gerakan solidaritas yang sangat egaliter, ga ada jendral, ga ada kopral. Semua sama, yaitu mahasiswa” kata Syaiful lagi.
“Ini kok ada yang mau ya dipredikatkan sebagai jendral lapangan gerakan 98, tapi dia ga sadar, dia sebenarnya dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat. Itu mengapa kami tadi melakukan konprensi pers, mengklarifikasinya. Kami tidak ingin hanya karena kepentingan sesaat, negara dikorbankan” pungkas Syaiful kepada indeksberita.com