Jakarta, Gaya kepemimpinan penjajah Belanda rupanya masih berlaku di BUMN Perum PNRI yang didirikan sejak jaman penjajahan Belanda. Tepatnya Percetakan Negara berdiri sejak tahun 1809 dengan nama “Lands Drukkerij”‘, sebelum namanya menjadi Percetakan Negara Republik Indonesia (1950).
Akibat kritis dan melawan penjajah Belanda, Soekarno dan Hatta dibuang ke Boven Digul, Papua, letaknya tidak jauh dengan Merauke. Tragedi itu kini kembali terjadi. Sutisna, aktivis Federasi SP Sinergi BUMN dan mantan Ketua Serikat Karyawan (Sekar) PNRI dibuang ke Merauke Papua, akibat mengkritisi kinerja direksi Perum PNRI.
“Saya dimutasi ke cabang PNRI Merauke, Papua sebagai akibat melakukan kritik terhadap Direksi Perum PNRI yang dipimpin Jaffarudin karena kinerja memburuk. Kami mau menyelamat PNRI sebagai BUMN yang didirikan sejak jaman Belanda tapi malah dibuang ke Merauke, seperti Bung Karno dan Bung Hatta,” kata Sutisna, di Jakarta, Selasa.
Hal itu terkait dengan aktivitas Sutisna mengkritisi kinerja Direksi PNRI. “Kinerja Perusahaan sangat memprihatinkan. Adanya pengakuan realisasi Pendapatan dan laba sangat jauh dari target yang ditetapkan sebagaimana surat Direksi nomor 512/1/8/2015 perihal aksi mogok kerja dan unjuk rasa yang ditujukan kepada Menteri Negara BUMN RI,” ungkap Sutisna.
Dan sebagaimana laporan Audit Independen disampaikan bahwa laba usaha tahun 2014 turun sampai dengan 61 persen, laba perusahaan tahun 2014 turun hingga 51 persen tanpa ada alasan yang memadai. Pada tahun 2015, Manajemen PNRI tidak melakukan upaya terbaik (best effort) dalam upaya mencapai target yang telah ditentukan. Pada Triwulan I pendapatan hanya tercapai 10% dari yang ditargetkan dalam RKAP 2015, sementara tidak ada inovasi dan terobosan apapun yang dilakukan untuk mencapai target tersebut, tambah aktivisi FSP Sinergi BUMN itu.
Biaya konsultan pada tahun 2014 naik sebesar 61 persen dibandingkan tahun 2013, hal ini sangat tidak masuk akal dikarenakan peruntukan jasa konsultan tersebut tidak jelas dan cenderung mengada-ngada dan ini merupakan salah satu bentuk pemborosan yang dilakukan oleh Direksi PNRI.
Beban Pemasaran tahun 2014 naik sebesar 83,7 persen dibandingkan tahun 2013, hal ini menunjukkan bahwa Direksi tidak serius dalam melakukan pemasaran karena tidak diikuti dengan peningkatan penjualan PNRI, dimana pendapatan PNRI tahun 2014 turun 61 persen dibandingkan tahun 2013.
Yang paling parah, direksi PNRI diduga menyalahgunakan wewenang yang mengakibatkan bocornya soal Ujian Nasional (UN). “Sebagaimana diberitakan di beberapa media nasional tentang kebocoran soal UN SMA di Aceh, Direksi PNRI telah menunjuk rekanan untuk melakukan sebahagian pekerjaan soal UN (sub order), dimana rekanan tersebut tidak memiliki ijin BOTASOPAL sebagai standar perusahaan percetakan security. Ini merupakan bentuk tata kelola perusahaan yang buruk,” ujar Sutisna.
Akhirnya, kami Serikat Karyawan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia dengan didukung Penuh oleh Seluruh Karyawan dengan ini melakukan aksid demo di kantor PNRI kemudian longmarch ke kementerian BUMN dan mendesak Menteri Negara BUMN untuk melakukan Evaluasi dan segera melakukan pergantian Direksi Agar Perum Percetakan Negara Republik Indonesia dapat segera diselamatkan, kata Sutisna.
Ia kemudian dimutasi ke Merauke dan aktivis Sekar PNRI Andi Suryawan dimutasi ke Bengkulu. “Kami menolak dibuang ke Merauke dan Bengkulu karena proses mutasi itu melanggar PKB. Karena dianggap membangkang, Direksi kemudian mengeluarkan surat PHK kami kami (Sutisna dan Andi Suryawan), pada 29 Desember 2015,” kata Sutisna.
“Kami tidak akan mundur. Kami tidak gentar. Kami akan terus berjuang dan melawan Direksi PNRI yang telah gagal memajukan PNRI dan mensejahterakan karyawan,” kata Mutiasari, ketua umum Sekar PNRI.
Puluhan anggota dan pengurus Sekar PNRI dan beberapa pengurus FSP Sinergi BUMN melakukan demo